Selasa, 02 November 2010

Selama Sinetron Masih Ditonton


Ternyata memang banyak yang tidak menyukai tontonan sinetron Indonesia. Meskipun pemerannya berwajah cantik dan ganteng, tapi tetap saja sinetron kita menyebalkan,--untuk tidak mengatakan menjijikkan.

Sinetron Indonesia memang harus direformasi. Ini kalau mau ada tontonan sehat di televisi kita. Bayangkan, acara yang paling banyak mengisi jam tayang dan paling banyak ditonton kualitasnya seperti itu. Kualitas asal jadi dan asal-asalan. Adegannya ya begitu-begitu saja, rata-rata semua sinetron seragam. Dialognya pun begitu-begitu saja. Ah, semua tahulah.

Kamis, 14 Oktober 2010

Cinta; Sebuah Pandangan Pribadi


"Mencintai ketidaksempurnaan dengan cara yang sempurna, itulah cinta yang sejati (sempurna)."

Sebenarnya apa sih arti cinta? Sekian banyak definisi telah dibuat orang untuk memberikan arti dari kata cinta. Tidak ada tafsir yang mutlak (benar) untuk kata cinta, karena itu apapun tafsir orang tentang cinta, sepatutnya pendapat mereka tidak boleh disalahkan.

Bagi saya apapun definisi atau interpretasi orang mengenai cinta, sesungguhnya bukanlah cinta itu sendiri. "Cinta hanya bisa dirasakan," demikian

Masalah Kita Sebenarnya Masalah Kecil


TERKADANG saya sering membiarkan sesuatu--dalam banyak hal--terjadi begitu saja. Karena menurutku hal itu adalah persoalan yang remeh-temeh kalau dibandingkan dengan seluruh persoalan kehidupan. Apalagi hanya sebuah persoalan pribadi.

Tetapi tidak jarang saya juga risau dan terusik dengan masalah yang ada pada diri saya maupun masalah yg saya lihat. Meskipun saya kadang sadar hal itu adalah masalah yang tidak seberapa.

Saya masih ingat kata-kata "guru spiritual" saya. Mengapa Rasulullah Muhammad (shalawat dan salam semoga selalu padanya) saat dalam kesedihan diangkat ke langit oleh malaikat jibril salah satunya adalah untuk ini. Malaikat mengajarkan, masalahmu (Hai Muhammad) adalah masalah yang sangat kecil dari sudut pandang alam yang lebih luas. Kematian Khadijah yang sangat beliau cintai juga kematian pamannya belumlah seberapa dibanding masalah-masalah yg ada di jagat ini. Kemudian beliau pun diberikan penglihatan berupa perumpamaan2 kehidupan.

Jadi sebenarnya tak usah terlalu cemas dan panik menghadapi setiap masalah kehidupan, apalagi hanya masalah pribadi. Meskipun kita harus tetap memikirkannya dan juga mencoba menyelesaikannya. Tapi sekali lagi angan terlalu panik. Seandainya dirimu diberi kesempatan melihat2 alam raya--meteor, komet yang bertabrakan atau menghujani bumi--niscaya kita akan sadar betapa kecilnya persoalan kita.[]

Mau Meng-hack Facebook Kawan? Gampang Kok


SAYA terpaksa membocorkan rahasia ini. Jika berkenan sudilah tuan dan puan, sister and brother membacanya.

Saya sering mendengar orang mengeluh akun facebooknya atau akun jejaring sosial yang lain di-hack (kerjain) oleh orang lain (hacker). Misalnya dengan memposting kata2 tidak pantas di status yang bersangkutan. Kenapa hal ini bisa terjadi? Apakah memang orang yang meng-hack akun kalian itu orang hebat? Oh, tidak juga. Kita juga bisa kok. Tapi ini cara amatiran lho.

Begini caranya.

Sabtu, 14 Agustus 2010

Si Tukang Jahit

Ilustrasi
Ramadhan tahun ini saya teringat kembali dengan cerpen dari Agus Noor, berjudul Tukang Jahit. Saya tak ingat persis kapan cerpen itu dibuat, tapi yang jelas saya pernah membacanya.

“Tukang jahit itu selalu muncul setiap kali menjelang Lebaran. Kata orang, ia tak hanya bisa menjahit pakaian. Ia juga bisa menjahit kebahagiaan. Tukang jahit itu punya jarum dan benang ajaib yang bisa menjahit hatimu yang sakit. Jarum dan benang, yang konon, diberikan Nabi Khidir dalam mimpinya.” Begitu Agus Noor mengawali ceritanya.

Waktu itu tukang jahitnya tidak hanya satu tapi banyak tukang jahit. Mereka tukang jahit keliling. Semua penduduk kota menyambut si tukang jahit dengan riang. “Tukang jahit datang! Asyiik! Lebaran jadi datang!” begitu anak-anak berteriak. Seakan-akan bila para tukang jahit itu tak muncul, maka Lebaran tidak jadi datang ke kota itu.

Menghormati yang (tidak) Berpuasa

Satu hal yang mengusik pikiran saya ketika menjelang ramadhan adalah, mengapa semua orang diminta untuk menghormati bulan ramadhan, khususnya menghormati orang yang berpuasa? Orang yang biasa berjualan makanan diminta untuk menutup(i) warung jualannya. Hiburan malam pun harus menutup hiburan malamnya. Mengapa untuk berpuasa ramadhan semua “godaan” itu harus ditertibkan oleh pemerintah, bukan oleh hati kita? Tidak cukup kuatkah kita berpuasa kalau dikanan-kiri kita ada orang yang menjual makanan atau ada orang yang makan? Jika jawabannya ya, maka puasa kita tak ubahnya seperti puasa anak-anak yang baru belajar berpuasa.

Ramadhan adalah bulan suci. Ramadhan akan tetap suci bahkan jika kebanyakan orang tidak menghormatinya atau tidak berpuasa. Kesucian ramadhan bukan kesucian fisik, melainkan kesucian bathin. Puasa ramadhan atau puasa yang lainnya (puasa sunah) adalah ibadah personal, yang sah-tidaknya hanya Allah yang tahu. Khusus untuk puasa ramadhan bahkan Allah yang akan membalas pahalanya secara lansung, tanpa perantara malaikat.

Selasa, 13 Juli 2010

Mengenali Bubuk Wangi Bernama Kopi


ANDA pecinta kopi, penikmat kopi atau ingin menjadi penikmat kopi? Perlu anda ketahui, kopi hanya bisa dikenali dengan cara merasakannya secara langsung alias tasting. Berikut ini adalah cara sederhana yang biasa dipakai untuk menilai kopi yang berkualitas (nikmat) atau tidak.

Pertama, keasaman. Keasaman (acidity) adalah karakter yang membuat kopi disukai pecinta kopi. Keasaman disini bukan dalam arti negatif yang berarti tidak enak, tapi (rasa) sensasi di pinggir dan di bawah langit-langit mulut. Keasaman kopi adalah rasa yang tajam, kuat dan mampu menggetarkan syaraf. Tanpa keasaman kopi akan terasa hambar.

Kedua, aroma. Aroma adalah sensasi yang sulit dipisahkan dari rasa. Aroma dinikmati dengan penciuman. Tanpa indra penciuman, rasa hanya akan berupa rasa manis, asam, asin atau pahit. Aroma inilah yang mampu menambah kenikmatan kopi yang kita minum.

Surat Kabar Hibrida ala Olivia Serdeczny

Sumber Kompas.com
“…Era surat kabar [akan] segera berakhir…”
Philip Meyer dalam Vanishing Newspaper

Dalam jagad kewartawanan, Olivia Serdeczny bukanlah apa apa dibandingkan Nick Davies, Joze Ruben Zamora, Chris Elliot atau Bambang Harymurti sekalipun. Olivia hanyalah seorang gadis belia usia 25 tahun (2010). Ia adalah gadis Polandia yang mempunyai proyek eksperimental. Ia membuat “surat kabar hibrida” bernama NIIU di Berlin, Jerman.
Bedanya dengan surat kabar kebanyakan (konvensional) adalah NIIU bersifat individual. Kalau surat kabar pada umumnya seragam untuk satu koran, tetapi NIIU tidak demikian. Olivia memberikan kebebasan kepada pembaca untuk memilih sendiri informasi yang mereka inginkan.

Dengan demikian tentu saja isi koran NIIU akan berbeda satu sama lain tergantung dari pesanan pembacanya. Satu koran NIIU terbitan hari ini yang saya beli dan baca barangkali hanya berisi informasi atau berita politik, musik, ekonomi dan sedikit berita olahraga. Sementara NIIU yang anda baca bisa jadi berisi tentang teknologi informasi, olahraga tanpa berita politik. Hal ini terjadi karena kita berbeda selera serta memesan berita yang berbeda.

Senin, 03 Mei 2010

Awal Mula Adanya 'Halaman Judul' di Buku



Pernahkah Anda memperhatikan bahwa sebuah skripsi atau tesis untuk meraih gelar kesarjanaan tertentu di perguruan tinggi biasanya membuat halaman khusus untuk judul?

Pernahkah Anda memperhatikan pula bahwa beberapa buku bersampul keras (hard cover) memiliki beberapa tempat untuk meletakkan judulnya, seperti di jaket, sampul, dan halaman pertamanya?

Halaman judul sebenarnya halaman khusus dalam dunia penerbitan. Tapi, bentuk halaman judul seperti buku-buku saat ini belumlah muncul hingga awal abad ke-16 di Eropa.

Secara historis halaman judul pada mulanya tidaklah khusus. Penerbit semula mencetak naskahnya sejak halaman pertama sebuah buku, yang kini kita sebut sampul buku tersebut.

Tapi, jangan bayangkan bahwa tampilan halaman itu seperti sampul sekarang. Buku-buku terbitan pertama hanya mencantumkan apa yang disebut incipit, yakni baris pertama atau beberapa kata awal dari sebuah naskah.

Nah, "judul" inilah yang diletakkan di lembar pertama dari sebuah buku. Tapi, helai pertama ini mudah rusak, bahkan bisa hilang, karena kala itu jenis kertas di halaman pertama ini sama dengan halaman dalam, sehingga format buku jenis awal ini seringkali ditemukan tanpa halaman pertamanya.

Karena pengalaman semacam ini, para penerbit pada masa 1460-an mulai mencetak buku-buku dengan naskah yang dicetak mulai pada lembar kedua buku. Lembar pertama dibiarkan kosong. Kadangkala lembar terakhir mereka biarkan kosong juga.

Lembar-lembar kosong inilah yang nantinya berkembang menjadi sampul, yang belakangan makin disempurnakan dengan membuat lembar tersebut lebih keras atau lebih tebal untuk menjadikannya benar-benar sebagai pelindung sebuah buku.

Di awal 1480-an percetakan mulai membuat teks sederhana yang diterakan pada sisi depan lembar pertama. Inilah cikal bakal judul pada penerbitan buku modern.

Namun, baru seabad kemudian muncul buku-buku yang memuat halaman judul yang diperindah dengan dekorasi atau hiasan tertentu yang menarik.

Pada perkembangannya sisi depan lembar kedua juga memuat judul buku tersebut dan mencantumkan informasi bibliografis di sisi belakangnya. Inilah yang kini menjadi format standar buku-buku modern.

Sumber Tempo/Matabaca

Pembatas Buku


Ada beberapa cara menandai halaman buku yang sedang kita baca. Di masa lalu ada kebiasaan yang lazim dilakukan, yakni melipat sudut atas halaman itu—dari sinilah diperoleh ilham untuk nama rubrik “Sudut Lipatan”. Arah lipatan menunjukkan halaman mana yang terakhir kita baca, yang ganjil atau yang genap.

Namun, melipat halaman buku bukanlah cara yang patut ditiru, sebab akan merusak buku. Bayangkan bila kita membaca dengan begitu lambat, pasti akan banyak sudut halaman yang kita lipat. Jika satu hari cuma membaca satu halaman, sudut yang sama akan dilipat dua kali: mula-mula ke halaman ganjil, lalu ke halaman genap. Lama-lama, halaman itu patah sudutnya.

Mimpi (29.04.10)

29.04.10: Ini dia hari yang menyenangkan. Apa yang saya tulis di Facebook bisa muncul dalam mimpi. Saya menulis tentang hasil pertandingan semi final Liga Champion antara Internazionale melawan Barcelona,--juga menonton secara live--dini hari tadi. Eh siapa sangka dalam tidur bisa bertemu Zlatan Ibrahimovic dan kawan-kawan. Bahkan mereka (tim Barca) main kerumah, mandi2 dan tiduran ditempatku sehabis pertandingan. Ibrahimovic ternyata pandai bahasa Indonesia, saya banyak ngobrol dengannya.

Mimpi yang lain adalah apa yang saya tulis dengan: Waktu N.A.Y.L.A. (Bagi sebagian orang mungkin tahu maksudnya, tapi saya punya catatan yang lain soal dua kata tersebut). Apa yang disebut "Waktu NAYLA" tersebut juga hadir di bunga tidurku dengan sangat menyenangkan. Demi keamanan dalam negeri (Internal Security Act/ISA) maka saya tidak menjelaskan secara spesifik.

Sungguh menyenangkan apabila apa yg kita tulis dapat "hidup" dalam kenyataan. Walaupun cuma dalam mimpi, ya bolehlah.

Sembilan Menit Dihari Jumat

Kemarin/ kau buat layar ponselku berdering//
Isyarat yang tak biasa/ Hari ini kau meninggalkan jejak panggilan tak terjawab// Jejakmu di ponselku bukanlah hal biasa//
Kau pasti ingin mengabarkan///

Di telepon/ kita bicara tentang hal yang itu itu saja//
Mengapa kita tak bicara tentang warna hijau lumut//
Atau warna lain yang lama kita lupakan//
Bila esok rahasia itu pudar//
Tahan saja nafas kita//
"Aku tak punya fesbuk/" kau berkata//
"Tolong kabari aku lain waktu//"
"Berbahagialah yang tak punya fesbuk/" kataku//


--e.d.s.
Jumat, 22 April 2010

Sabtu, 27 Maret 2010

Kenapa Memberi (yang Baik?)


YA, mengapa kita harus memberikan sesuatu kepada orang lain dan kepada Tuhan (yang pada akhirnya kepada manusia). Apakah memberi itu sebuah kewajiban ataukah sebuah kebutuhan? Menurut saya memang keduanya. Kec beberapa kewajiban yg mengharuskan kita mengulurkan tangan untuk orang lain, yakni zakat. Ada juga yg tidak wajib.

Terlepas dari persoalan agama, rasanya memberi itu harus dibiasakan menjadi sebuah kebutuhan. Karena secara psikologis terkadang kita ingin memberi kepada orang lain. Dan setelah itu kita merasa puas karenanya.

Daun Tua dan Tunas Muda


TUNAS muda bisa bermakna apapun yang menunjukkan hal, sesuatu atau orang-orang termasuk pemikiran yang baru. Seiring berjalannya waktu tanpa saya sadari ternyata saya telah mendapatkan teman-teman yang baru saya kenal. Itulah tunas pertemanan baru. Disisi lain saya telah dan mulai kehilangan (kontak) dengan orang-orang yang (pernah) saya kenal. Seperti kehilangan daun yg sudah tua.

Sesuatu yang baru selalu exciting (menggugah perasaan). Meskipun saya sadar semua orang mempunyai perbedaan, tetapi ternyata saya terkadang kurang bisa memahami perbedaan orang-orang yang baru saya kenal. Dengan adanya proses lama kelamaan saya bisa mengerti mengapa mereka berbeda. Perbedaan antara saya dengan mereka sesungguhnya tidaklah terlalu banyak. Mungkin karena belum terlalu kenal saja maka terkesan mereka begitu berbeda, padahal tidak terlalu berbeda. Sayangnya kita sering melihat perbedaan sebagai suatu masalah. Bukan sebagai sesuatu yang berkah. Tidak melihatnya sebagai sesuatu yang spesial.

Maka, saat kawanmu pergi dengan atau tanpa tanda kutip, tak guna menangis tak guna tertawa. Akan ada tunas-tunas muda yang menggantikan.[] Wallahu a'lam.

Tetaplah Bekerja Meskipun dalam Keputusasaan


WAKTUNYA sudah berlalu sekian tahun yang lalu. Saya membaca sebuah buku kecil disiang hari. Saya baru saja pulang ke rumah setelah pertemuan dengan teman-teman se-kampus. Ada sebuah tulisan pendek karena memang berupa penggalan kalimat yang pernah diucapkan (mungkin filosof, pemikir atau orang besar yang cukup berpengaruh). Kalimat dalam buku itu kira-kira berbunyi "Janganlah sekali-kali berputus asa, " demikian Edmund Burke berkata, "tetapi jika tetap saja kamu berputus asa, tetaplah bekerja meskipun dalam keputusasaan."

Menolak Obama, Menolak Tamu


RENCANA menolak kedatangan Presiden AS, Barack Obama, ke Indonesia mulai santer terdengar. Rencana penolakan itu datang dari sejumlah mahasiswa dan ormas Islam.

Saudara-saudara muslim saya itu apakah tidak pernah atau lupa membaca hadits2 dan sirah nabawiyah. Bukankah dalam bnyak hadits rasulullah mengajarkan bagaimana harus menerima dan memuliakan tamu. Bahkan terhadap orang yg tidak disukai sekalipun. Tetap ada kewajiban menghormatinya.