Selasa, 14 April 2015

Pulang Kampung


Aku rindu pulang kampung. Aku harus pulang ke rumah. Kerinduanku pada keluarga telah sampai ke batas ubun-ubun. Sampai batas lelahku. Aku perlu recharge semangat dan motivasi tanpa kata dengan mengunjungi bagian dari “tubuhku,” dari diriku, yakni kampung halaman.

Terkadang manusia seperti penyu betina dalam hal tertentu. Di daratan manapun tempatnya seekor penyu di lahirkan, suatu saat ketika akan bertelur seekor penyu akan kembali ke tempat ia dilahirkan. Artinya tempat kelahiran menjadi bagian yang sangat penting bagi kelangsungan hidup si penyu. Mungkin semua penyu—khususnya yang betina—ketika meninggalkan daratan menuju lautan, telah menyimpan kerinduan yang dalam agar suatu saat bisa ke tempat asalnya. Maka dengan instingnya yang tajam seekor penyu dewasa ketika ingin bertelur dapat menemukan kampung halamannya, seberapun jauhnya ia mengembara. Seekor penyu dapat mengarungi lautan yang luas. Melintasi pulau demi pulau bahkan benua demi benua. Hal ini adalah sesuatu yang sangat ajaib.



Sekali lagi “kampung halaman” adalah bagian dari kehidupan penyu. Sayangnya, dari seribu ekor penyu mungkin hanya satu atau dua ekor yang bisa bertahan hidup sampai dewasa. Jadi hanya sekira satu ekor dari seribu ekor anak penyu (istilahnya tukik) yang bisa pulang kampung.

Begitu juga kerinduanku pada kampung halaman. Seberapa pun jauhnya aku tinggal saat ini, aku senantiasa merindukan tempat aku menangis pertama kali. Tempat aku pertama menginjakkan kaki di tanah, tempat aku terjatuh, tempat yang menorehkan bekas luka di badan, tempat aku bercanda dan berkelahi dengan teman sebaya. Seolah-olah dari dasar bumi itulah aku dilahirkan, bukan dari rahim ibu. Seakan kampung halaman adalah bagian dari tubuhku, maka sempurnalah diriku jika bisa kembali ke asalnya.

Peribahasa mengatakan, “Hujan batu di kampung sendiri lebih baik daripada hujan duit di kampung tetangga.” Jelas itu adalah ungkapan yang berlebihan, bahasa anak mudanya lebay. Tetapi setidaknya menggambarkan begitu berartinya kampung halaman. Mungkin hanya orang yang dendam atau merasa sangat malu yang merantau dan tak ingin kembali ke kampung halaman. Tetapi penggalan kisah kehidupannya di kampung halaman pasti tak bisa dilupakan seumur hidupnya.[]

Tidak ada komentar: