Selasa, 02 November 2010

Selama Sinetron Masih Ditonton


Ternyata memang banyak yang tidak menyukai tontonan sinetron Indonesia. Meskipun pemerannya berwajah cantik dan ganteng, tapi tetap saja sinetron kita menyebalkan,--untuk tidak mengatakan menjijikkan.

Sinetron Indonesia memang harus direformasi. Ini kalau mau ada tontonan sehat di televisi kita. Bayangkan, acara yang paling banyak mengisi jam tayang dan paling banyak ditonton kualitasnya seperti itu. Kualitas asal jadi dan asal-asalan. Adegannya ya begitu-begitu saja, rata-rata semua sinetron seragam. Dialognya pun begitu-begitu saja. Ah, semua tahulah.


Secara pribadi untuk sinetron yang "bagus" pun sebenarnya saya kurang menyukainya, apalagi yang dibuat asal-asalan. Film Indonesia pun saya kurang suka. Saya masih menyukai dan mau menonton film indie (independen). Meski saya tak kenal pembuat atau pemainnya, tapi ceritanya sering mengejutkan dan inspiratif. Film layar lebar sekarang ini kalau boleh saya berpendapat, seperti sinetron yang dibuat panjang. Beda tipislah film bioskop Indonesia dengan sinetron.

Kadang saya berfikir, orang yang menyukai dan maniak sinetron itu bagaimana kondisi kejiwaannya. Maksud saya masih dalam batas kenormalan atau telah mendekati psikopat awal. Tontonan begitu kok digemari. Apakah menikmati tontonan kekerasan dan penyiksaan psikis masih sehat. Apa yang mereka nikmati itu? Apa ceritanya atau kegantengan dan kecantikannya saja. Anehnya justru perempuan yang banyak menyukai tontonan sampah seperti itu.

Mengharapkan tontonan sehat televisi rasanya masih jauh dari kenyataan. Apalagi sinetron hanya mengejar rating dan mencari untung semata. Mengharapkan pendidikan budaya dan inspirasi sekadar mimpi selama sinetron masih ditonton.

Tidak ada komentar: