Kamis, 14 Oktober 2010

Cinta; Sebuah Pandangan Pribadi


"Mencintai ketidaksempurnaan dengan cara yang sempurna, itulah cinta yang sejati (sempurna)."

Sebenarnya apa sih arti cinta? Sekian banyak definisi telah dibuat orang untuk memberikan arti dari kata cinta. Tidak ada tafsir yang mutlak (benar) untuk kata cinta, karena itu apapun tafsir orang tentang cinta, sepatutnya pendapat mereka tidak boleh disalahkan.

Bagi saya apapun definisi atau interpretasi orang mengenai cinta, sesungguhnya bukanlah cinta itu sendiri. "Cinta hanya bisa dirasakan," demikian
menurut seseorang yg mengaku sudah pernah merasakan cinta. Mungkin mereka benar, tetapi mungkin juga apa yang mereka anggap (rasakan) sebagai cinta sebenarnya bukan cinta yg sesungguhnya.

Saya tidak ingin dan tidak akan menyalahkan orang lain yang yang mendefinisikan tentang cinta, apapun bentuk atau ekspresinya. Cinta tetaplah cinta apapun orang menamainya. Persis seperti mawar (esensinya) tetap mawar biarpun orang memberi nama yang berbeda. Mungkin cinta adalah sebuah kata yg tak cukup untuk menginterpretasikan sesuatu bentuk atau rasa yang tak bisa diidentifikasi itu. Memang kata tak bisa mewakili sesuatu secara utuh, apalagi sesuatu yang abstrak. Kata-kata menjadi bias, termasuk untuk kata "cinta."

Dimusim panas (Indonesia: kemarau) seorang wanita pernah bertanya padaku, "Sampai kapan cinta seseorang akan tetap bertahan?" Dengan mencoba rasional saya menjawab. "Relatif. Tergantung orangnya, mungkin bisa lama mungkin cuma sebentar." Lalu dia bertanya, "Kalau kak Amir?" (Maksudnya cintanya kak Amir, cinta saya). "Ya sama saja, mungkin lama mungkin juga sebentar," begitu saya menjawab. Cinta yang kami perbincangkan saat itu adalah cinta dalam pengertian sederhana, yaitu sebagai sebuah rasa suka kepada lawan jenis, apapun faktornya. "O.. Begitu ya?" balasnya dengan datar.

Saat itu saya tidak tahu apakah dia kecewa atau puas dengan jawabanku. Saya juga mengatakan cinta bukanlah segalanya. Cinta jelas sebuah anugerah, tetapi sekali lagi bukan segalanya.

Saya juga mengatakan padanya bahwa cinta bukanlah segalanya. Cinta jelas sebuah anugerah, tetapi sekali lagi bukan segalanya. Meskipun dalam sebuah perkawinan cinta itu penting. Tetapi kalau perkawinan hanya mengandalkan cinta, kita toh tidak tahu berapa lama cinta kita akan tetap ada. Mungkin satu tahun, sepuluh tahun atau kurang dari itu. Mungkin jawaban saya salah waktu itu. Mungkin sebaiknya saya tidak perlu merasionalkan sesuatu yang disebut cinta itu. Karena konon cinta bukanlah sesuatu yang rasional.

Last but not the least, saya tidak bisa mendefinisikan apa itu cinta. Karena saya tidak tahu cinta itu apa. Memang ada sebuah rasa yang "unidentified" yang selalu ada pada diri seseorang, hewan, tumbuhan bahkan pada partikel2 lain. Yang karenanya bisa membuat kita dan semuanya bisa bertahan dan mewarnai kehidupan. Termasuk dalam diri saya. Apakah itu yang dinamakan cinta atau yang lain saya tidak tahu.

Saya tidak sepakat dengan cinta yang terlalu diagung2kan seperti saat ini. Bahkan cinta dipuja-puja seperti berhala, diangkat dan disucikan di atas apapun. Dengan berdalih cinta adalah sesuatu yang suci, sehingga apapun dibenarkan atas nama cinta, termasuk (maaf) pemerkosaan atas nama cinta.

Kata cinta mulai terreduksi maknanya. Karena itu saya jarang sekali menggunakan kata2 cinta untuk mengekspresikan rasa yang unidentified itu. Hanya sesekali mengucapkan untuk seorang wanita yang ingin mendengar kata2 yang (katanya) bisa menentramkannya, maka saya mengucapkan "I love you." Saya lebih suka menggunakan kata sayang. Kata sayang menurutku relatif lebih netral dan masih belum terlalu terreduksi maknanya. Dilain waktu kalau wanita itu mengucapkan "I love you" duluan maka untuk menentramkannya saya "harus" mengucapkan "I love you too."[]
Et nos cedamus amori. Wallahu a'lam.

Tidak ada komentar: