Senin, 29 Juni 2015

Tehnik Editing di Media Massa


marketing-partner.com
Edit adalah membaca dan memperbaharui naskah. Editing merupakan bagian yang sangat penting dalam media massa. Lewat proses editing tulisan dibuat lebih bermutu. Ibarat membuat kue, editing merupakan proses peracikan bumbu (yang seimbang tepat) dan pemasakan sebelum dihidangkan kepada pembaca

Seorang editor (biasanya redaktur) harus punya penguasaan bahasa yang memadai, baik bahasa Indonesia maupun bahasa asing. Semakin berkualitas seorang reporter, semakin ringanlah tugas editor.

Proses editing adalah membaca secara seksama dan selalu awas dalam memeriksa naskah. Naskah “dicurigai” sebagai naskah yang mungkin mengandung salah eja, salah tanda baca, salah penyebutan nama, sampai salah penyusunan kalimat. Bila banyak kesalahan tersebut sudah terlanjur tercetak tanpa ada perbaikan sebelumnya, maka kepercayaan orang kepada media itu akan berkurang.


Tujuan Editing
1. Pembobotan
Tulisan yang dibuat reporter biasanya masih mentah, sehingga perlu dilengkapi dengan data-data dan fakta-fakta yang lebih berbobot. Misalnya ada berita kriminalitas di sebuah kota pada hari ini. Kalau hanya diceritakan kejadian kriminalitas itu maka jadilah berita yang biasa saja. Tetapi, bila dilengkapi dengan data kasus-kasus kriminalitas sebelumnya diberitakan akan lebih berbobot. Bisa juga dengan ditambah wawancara pakar bahkan tambahan tabel.

2. Memperbaiki struktur kalimat
Hal ini dimaksudkan agar beritanya tidak boros dan bertele-tele. Berita yang bertele-tele akan membuat pembacanya ngos-ngosan. 

Contoh: Seorang mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri di Bandar Lampung tertembak petugas polisi walet Polda Lampung karena menolak diperiksa kelengkapan surat-surat kendaraannya dan menerobos lampu merah di Jalan Sultan Agung, Way Halim, Bandar Lampung, Rabu siang (7/10), Pukul 11.30 WIB.

Contoh perbaikan: Mahasiswa Perguruan Tinggi di Bandar Lampung ditembak polisi, Rabu siang (7/10), pukul 11.30 WIB. Anggota tim walet Polda Lampung memergoki pengendara motor tanpa surat-surat itu menerobos lampu merah di Jalan Sultan Agung, Way Halim, Bandar Lampung.

3. Mengarahkan berita
Kadang wartawan tidak mampu menulis berita sesuai isu yang berkembang atau bergulir (running news). Ada wartawan yang menulis panjang lebar, tetapi isu yang menarik malah terselip dibagian bawah atau hilang sama sekali.

Misalnya dewan Ketua Umum Partai Golkar, Abu Rizal Bakrie datang ke Bandar Lampung meresmikan pembangunan gedung DPD baru. Wartawan menulis panjang lebar soal itu. Padahal setelah dibaca secara keseluruhan, ada pernyataan Abu Rizal yang lebih penting yaitu dia mengatakan untuk mengembalikan kejayaan Golkar maka partai itu harus memilih ketua umum yang mempunyai misi baru dari kader-kader muda dan berani mengambil jarak dengan pemerintah. Hal ini yang mestinya ditunjukkan pada pembaca bila perlu ditambah dengan wawancara dengan tokoh lain. Daripada menulis Abu Rizal Bakri ke Lampung dan meresmikan Gedung DPD.

4. Mempebaiki kesalahan ketik dan ejaan
Tidak sedikit wartawan yang kurang menguasai ejaan bahasa Indonesia maupun bahasa asing. Contoh: “mencuci ditulis “menyuci”, “mengubah” ditulis “merubah”, “mengkonsumsi” ditulis “mengonsumsi”, “telur” ditulis “telor”. Authorized shares ditulis authority shares. Jika anda masing sering menulis “menghadang”, bukan “mengadang” sering-seringlah beristighfar. Ini jika kita ingin menggunakan bahasa Indonesia yang baku, baik dan benar.
5. Menyelaraskan alur dan logika
Sering wartawan tidak memperhatikan penyusunan kalimat. Misalnya menjauhkan antara subyek dan bagian yang menerangkan subyek, sehingga memungkinkan pembaca salah tafsir.

Contoh: Inflasi merupakan salah satu penyakit dalam dunia perekonomian suatu negara yang sangat menakutkan. Berbagai obat telah diracik para ahli tetapi penyakit ini tidak kunjung pergi, khususnya di Indonesia ini.

Dapatkan anda menunjukan letak keganjilannya?

6. Menyusaikan panjang berita
Kolom di surat kabar biasanya dibatasi. Misalnya yang dibutuhkan 50 baris, tetapi reporter menulis 70 baris. Kadang malah sebaliknya tulisan reporter kurang panjang, sehingga editor terpaksa meminta repoter menambah tulisan atau editor sendiri yang melengkapi dengan data-data yang berkaitan dengan itu.

Pedoman Penulisan Kalimat
Dalam menulis kalimat, kita perlu memperhatikan pedoman agar berita sampai ke pembaca dengan tepat. Beberapa hal ini bisa menjadi pedoman:

1. Pergunakan kalimat aktif.
Kalimat aktif lebih menarik dan lebih bertenaga dibandingkan kalimat pasif.

Contoh: Kecelakaan kemarin disebutnya menjadi pelajaran berharga karena penanganannya terkesan semrawut dan tak terkoordinasi (Pasif).
Ia menyebut kecelakaan kemarin menjadi pelajaran berharga karena penanganannya terkesan semrawut dan tak terkoordinasi (Aktif).
Dikatakan menteri, masalah penanganan bencana (Pasif).
Menteri mengatakan, masalah penanganan bencana (Aktif).

2. Perhatikan tanda baca
Untuk kalimat berita kita tidak perlu memakai tanda baca tanya ( ? ) atau tanda baca seru ( ! ). Sebaliknya kalimatnya tanya harus menggunakan tanda baca tanya( ? ).

(Salah) Ditanya wartawan siapa pemimpin yang ia sukai? Jusuf Kalla menjawab…
(Benar) Ditanya wartawan siapa pemimpin yang ia sukai, Jusuf Kalla menjawab…
(Salah) “Mana Anis, Mana Anis,” teriak Ali.
(Benar) “Mana Anis? Mana Anis?” teriak Ali.

3. Tidak memakai dua kata yang sama dalam satu kalimat
Kita perlu mencari kata lain yang sama artinya untuk menulis kata yang kedua.

Penyumbang kerugian, selain terjadi karena adanya selisih harga jual dan beli listrik juga karena terjadinya kehilangan energi.
(Revisi) Penyumbang kerugian, selain adanya selisih harga jual dan beli listrik juga karena terjadinya kehilangan energi.
Pembangunan jembatan suramadu di Jawa Timur dibangun oleh…
(Revisi) Pembangunan jembatan suramadu di Jawa Timur dilakukan atau dilaksanakan oleh…

4. Pencantuman tanggal hanya dilakukan satu kali dalam satu berita.
Contoh: Demikian diungkapkan Direktur RSUAM dr. Herman Syarifuddin, Kamis, 02/10. Hal itu diungkapkan berdasarkan pengalamannya saat kecelakaan Sriwijaya Air Selasa, 30/09 malam lalu.
(Revisi) Demikian diungkapkan Direktur RSUAM dr. Herman Syarifuddin, Kamis, 02/10. hal itu diungkapkan berdasarkan pengalamannya saat kecelakaan Sriwijaya Air dua hari sebelumnya

Bila menyebut waktu yang lama, lebih dari sebulan, apalagi setahun, tulis saja tanggal dan bulannya tidak usah harinya.

5. Tidak memulai dengan anak kalimat
Mulailah dengan induk kalimat atau pokok berita. Jangan menggunakan kalimat yang beranak dan bercucu-cucu.

Contoh: Agar tidak terulang meningalnya pasien DBD karena ketidakmampuan menangung biaya, Dinas Kesehatan Provinsi Lampung mengimbau rumah sakit utuk membebaskan biaya perawatan.
(Revisi) Dinas Kesehatan Provinsi Lampung mengimbau rumah sakit untuk membebaskan biaya perawatan. Agar tidak terulang meningalnya pasien DBD karena ketidakmampuan menangung biaya.

6. Penulisan angka dilakukan dengan huruf untuk angka 1 sampai 9
Untuk angka 10 keatas ditulis angka saja, kecuali dalam judul. Dalam tubuh berita menulis angka di awal kalimat jika diatas sembilan, bisa menggunakan “sebanyak” atau “senilai.” Dalam judul bisa langsung ditulis angka.
Contoh judul: 325 TKI terlantar di Jeddah.
46 Persen Siswa SMA tidak Lulus Ujuan Nasional.

6. Tentang huruf miring
Bahasa asing atau bahasa daerah harus ditulis miring. Termasuk penulisan nama media massa. Misalnya: kadeudeuh, ngabuburit, spark plug, Koran Tempo, Lampung Post.[]

Beberapa Problem Menyunting
Problem yang sering dijumpai dalam menyunting atau mengedit antara lain:
  1. Tulisan tidak sesuai dengan misi yang ada.
  2. Tidak pas untuk segmen pembaca.
  3. Arah tulisan yang hendak dituju tidak jelas.
  4. Topik tidak spesifik.
  5. Narasumber:
a. Tidak kompeten.
b. Tidak berimbang, berat sebelah, memihak.
6. Panjang tulisan: kepanjangan atau kependekan.
7. Isi tulisan:
a. Tidak akurat (fiktif).
b. Fakta meragukan, tidak logis, bertentangan.
c. Informasi:
·         Sia-sia, tidak berharga, tidak menarik.
·         Tidak lengkap, banyak yang bolong.
·         Diulang-ulang.
·         Tidak mengelompok, loncat-loncat.
d. Penulisan angka-angka memusingkan.
e. Melanggar kode etik dan hukum.
9. Struktur Tidak teratur.
10. Judul:
a. Datar, tidak menimbulkan rasa penasaran.
b. Menyimpang dari isi pesan.
c. Kepanjangan.
d. Lihat butirbahasa.
11. Bahasa:
a. Ruwet, tidak jelas, kaku.
b. Kalimat terlalu panjang.
c. Penyusunan kalimat tidak teratur.
d. Kalima tidak efektif.
e. Menggunakan struktur kalimat daerah atau asing.
f. Penulisan ejaan:
·         Salah memakai tanda baca.
·         Salah penulisan huruf, misalnya penulisan huruf miring, besar, kecil, tebal.
·         Salah penulisan kata. Misal kata majemuk yang digabung atau tidak digabung.
g. Salah memilih kata:
·         Kata yang tidak tepat.
·         Kata yang salah.
·         Kata yang tidak baku.
·         Kata yang tidak imajinatif.
·         Kata yang tidak atau belum populer.
12. Ilustrasi: Tidak ada foto, grafik, statistik dan lainnya.

Sumber bacaan:
1. Lucas Luwarso (peny.), Membangun Kapasitas Media, Jakarta: Dewan Pers, 2006.
2. Bill Kovach dan Tom Rossentiel, Sembilan Elemen Jurnalisme; Apa yang Seharusnya Diketahui Wartawan dan yang Diharapkan Publik, Jakarta: Yayasan Pantau dan Institut Studi Arus Informasi (ISAI), 2003.
3. Firman Seponada, Bahasa Jurnalistik dan Tehnik Editing, makalah tidak diterbitkan, tt.
4. dan beberapa sumber lainnya.

*Pernah disampaikan pada Pelatihan Jurnalistik Mahasiswa UKM LPM IAIN Raden Intan

Tidak ada komentar: