![]() |
marketing-partner.com |
Edit adalah membaca dan memperbaharui naskah. Editing merupakan bagian yang
sangat penting dalam media massa. Lewat proses editing tulisan dibuat lebih
bermutu. Ibarat membuat kue, editing merupakan proses peracikan bumbu (yang
seimbang tepat) dan pemasakan sebelum dihidangkan kepada pembaca
Seorang editor (biasanya redaktur) harus punya penguasaan bahasa yang
memadai, baik bahasa Indonesia maupun bahasa asing. Semakin berkualitas seorang
reporter, semakin ringanlah tugas editor.
Proses editing adalah membaca secara seksama dan selalu awas dalam memeriksa
naskah. Naskah “dicurigai” sebagai naskah yang mungkin mengandung salah eja,
salah tanda baca, salah penyebutan nama, sampai salah penyusunan kalimat. Bila
banyak kesalahan tersebut sudah terlanjur tercetak tanpa ada perbaikan
sebelumnya, maka kepercayaan orang kepada media itu akan berkurang.
Tujuan Editing
1. Pembobotan
Tulisan yang dibuat reporter biasanya masih mentah, sehingga perlu
dilengkapi dengan data-data dan fakta-fakta yang lebih berbobot. Misalnya ada
berita kriminalitas di sebuah kota pada hari ini. Kalau hanya
diceritakan kejadian kriminalitas itu maka jadilah berita yang biasa saja.
Tetapi, bila dilengkapi dengan data kasus-kasus kriminalitas sebelumnya
diberitakan akan lebih berbobot. Bisa juga dengan ditambah wawancara pakar
bahkan tambahan tabel.
2. Memperbaiki struktur kalimat
Hal ini dimaksudkan agar beritanya tidak boros dan bertele-tele. Berita
yang bertele-tele akan membuat pembacanya ngos-ngosan.
Contoh: Seorang mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri di Bandar Lampung
tertembak petugas polisi walet Polda Lampung karena menolak diperiksa
kelengkapan surat-surat kendaraannya dan menerobos lampu merah di Jalan Sultan
Agung, Way Halim, Bandar Lampung, Rabu siang (7/10), Pukul 11.30 WIB.
Contoh perbaikan: Mahasiswa Perguruan Tinggi di Bandar Lampung ditembak
polisi, Rabu siang (7/10), pukul 11.30 WIB. Anggota tim walet Polda
Lampung memergoki pengendara motor tanpa surat-surat itu menerobos lampu merah
di Jalan Sultan Agung, Way Halim, Bandar Lampung.
3. Mengarahkan berita
Kadang wartawan tidak mampu menulis berita sesuai isu yang berkembang atau
bergulir (running news). Ada wartawan yang menulis panjang
lebar, tetapi isu yang menarik malah terselip dibagian bawah atau hilang sama
sekali.
Misalnya dewan Ketua Umum Partai Golkar, Abu Rizal Bakrie datang ke Bandar
Lampung meresmikan pembangunan gedung DPD baru. Wartawan menulis panjang lebar
soal itu. Padahal setelah dibaca secara keseluruhan, ada pernyataan Abu Rizal yang
lebih penting yaitu dia mengatakan untuk mengembalikan kejayaan Golkar maka
partai itu harus memilih ketua umum yang mempunyai misi baru dari kader-kader
muda dan berani mengambil jarak dengan pemerintah. Hal ini yang mestinya
ditunjukkan pada pembaca bila perlu ditambah dengan wawancara dengan tokoh
lain. Daripada menulis Abu Rizal Bakri ke Lampung dan meresmikan Gedung DPD.
4. Mempebaiki kesalahan ketik dan ejaan
Tidak sedikit wartawan yang kurang menguasai ejaan bahasa Indonesia maupun
bahasa asing. Contoh: “mencuci ditulis “menyuci”, “mengubah” ditulis “merubah”,
“mengkonsumsi” ditulis “mengonsumsi”, “telur” ditulis “telor”. Authorized
shares ditulis authority shares. Jika anda masing sering
menulis “menghadang”, bukan “mengadang” sering-seringlah beristighfar. Ini jika
kita ingin menggunakan bahasa Indonesia yang baku, baik dan
benar.
5. Menyelaraskan alur dan logika
Sering wartawan tidak memperhatikan penyusunan kalimat. Misalnya menjauhkan
antara subyek dan bagian yang menerangkan subyek, sehingga memungkinkan pembaca
salah tafsir.
Contoh: Inflasi merupakan salah satu penyakit dalam dunia perekonomian
suatu negara yang sangat menakutkan. Berbagai obat telah diracik para ahli
tetapi penyakit ini tidak kunjung pergi, khususnya di Indonesia ini.
Dapatkan anda menunjukan letak keganjilannya?
6. Menyusaikan panjang berita
Kolom di surat kabar biasanya dibatasi. Misalnya yang dibutuhkan
50 baris, tetapi reporter menulis 70 baris. Kadang malah sebaliknya tulisan
reporter kurang panjang, sehingga editor terpaksa meminta repoter menambah
tulisan atau editor sendiri yang melengkapi dengan data-data yang berkaitan
dengan itu.
Pedoman Penulisan Kalimat
Dalam menulis kalimat, kita perlu memperhatikan pedoman agar berita sampai
ke pembaca dengan tepat. Beberapa hal ini bisa menjadi pedoman:
1. Pergunakan kalimat aktif.
Kalimat aktif lebih menarik dan lebih bertenaga dibandingkan kalimat pasif.
Contoh: Kecelakaan kemarin disebutnya menjadi pelajaran
berharga karena penanganannya terkesan semrawut dan tak terkoordinasi (Pasif).
Ia menyebut kecelakaan kemarin menjadi pelajaran berharga
karena penanganannya terkesan semrawut dan tak terkoordinasi (Aktif).
Dikatakan menteri, masalah penanganan bencana (Pasif).
Menteri mengatakan, masalah penanganan bencana (Aktif).
2. Perhatikan tanda baca
Untuk kalimat berita kita tidak perlu memakai tanda baca tanya ( ? ) atau
tanda baca seru ( ! ). Sebaliknya kalimatnya tanya harus menggunakan tanda baca
tanya( ? ).
(Salah) Ditanya wartawan siapa pemimpin yang ia sukai? Jusuf Kalla
menjawab…
(Benar) Ditanya wartawan siapa pemimpin yang ia sukai, Jusuf Kalla
menjawab…
(Salah) “Mana Anis, Mana Anis,” teriak Ali.
(Benar) “Mana Anis? Mana Anis?” teriak Ali.
3. Tidak memakai dua kata yang sama dalam satu kalimat
Kita perlu mencari kata lain yang sama artinya untuk menulis kata yang
kedua.
Penyumbang kerugian, selain terjadi karena adanya selisih
harga jual dan beli listrik juga karena terjadinya kehilangan
energi.
(Revisi) Penyumbang kerugian, selain adanya selisih harga jual dan
beli listrik juga karena terjadinya kehilangan energi.
Pembangunan jembatan suramadu di Jawa Timur dibangun oleh…
(Revisi) Pembangunan jembatan suramadu di Jawa Timur
dilakukan atau dilaksanakan oleh…
4. Pencantuman tanggal hanya dilakukan satu kali dalam satu berita.
Contoh: Demikian diungkapkan Direktur RSUAM dr. Herman Syarifuddin,
Kamis, 02/10. Hal itu diungkapkan berdasarkan pengalamannya saat kecelakaan
Sriwijaya Air Selasa, 30/09 malam lalu.
(Revisi) Demikian diungkapkan Direktur RSUAM dr. Herman
Syarifuddin, Kamis, 02/10. hal itu diungkapkan berdasarkan pengalamannya saat
kecelakaan Sriwijaya Air dua hari sebelumnya
Bila menyebut waktu yang lama, lebih dari sebulan, apalagi setahun, tulis
saja tanggal dan bulannya tidak usah harinya.
5. Tidak memulai dengan anak kalimat
Mulailah dengan induk kalimat atau pokok berita. Jangan menggunakan kalimat
yang beranak dan bercucu-cucu.
Contoh: Agar tidak terulang meningalnya pasien DBD karena
ketidakmampuan menangung biaya, Dinas Kesehatan Provinsi Lampung mengimbau
rumah sakit utuk membebaskan biaya perawatan.
(Revisi) Dinas Kesehatan Provinsi Lampung mengimbau rumah
sakit untuk membebaskan biaya perawatan. Agar tidak terulang meningalnya pasien
DBD karena ketidakmampuan menangung biaya.
6. Penulisan angka dilakukan dengan huruf untuk angka 1 sampai 9
Untuk angka 10 keatas ditulis angka saja, kecuali dalam judul. Dalam tubuh
berita menulis angka di awal kalimat jika diatas sembilan, bisa menggunakan
“sebanyak” atau “senilai.” Dalam judul bisa langsung ditulis angka.
Contoh judul: 325 TKI terlantar di Jeddah.
46 Persen Siswa SMA tidak Lulus Ujuan Nasional.
6. Tentang huruf miring
Bahasa asing atau bahasa daerah harus ditulis miring. Termasuk penulisan
nama media massa. Misalnya: kadeudeuh, ngabuburit, spark plug,
Koran Tempo, Lampung Post.[]
Beberapa Problem Menyunting
Problem yang
sering dijumpai dalam menyunting atau mengedit antara lain:
- Tulisan tidak sesuai dengan misi yang ada.
- Tidak pas untuk segmen pembaca.
- Arah tulisan yang hendak dituju tidak jelas.
- Topik tidak spesifik.
- Narasumber:
a. Tidak kompeten.
b. Tidak berimbang, berat
sebelah, memihak.
6. Panjang tulisan:
kepanjangan atau kependekan.
7. Isi tulisan:
a. Tidak akurat (fiktif).
b. Fakta meragukan, tidak
logis, bertentangan.
c. Informasi:
·
Sia-sia, tidak berharga, tidak menarik.
·
Tidak lengkap, banyak yang bolong.
·
Diulang-ulang.
·
Tidak mengelompok, loncat-loncat.
d. Penulisan angka-angka
memusingkan.
e. Melanggar kode etik dan
hukum.
9. Struktur Tidak teratur.
10. Judul:
a. Datar, tidak menimbulkan
rasa penasaran.
b. Menyimpang dari isi pesan.
c. Kepanjangan.
d. Lihat butirbahasa.
11. Bahasa:
a. Ruwet, tidak jelas, kaku.
b. Kalimat terlalu panjang.
c. Penyusunan kalimat tidak
teratur.
d. Kalima tidak efektif.
e. Menggunakan struktur
kalimat daerah atau asing.
f. Penulisan ejaan:
·
Salah memakai tanda baca.
·
Salah penulisan huruf, misalnya penulisan
huruf miring, besar, kecil, tebal.
·
Salah penulisan kata. Misal kata majemuk
yang digabung atau tidak digabung.
g. Salah memilih kata:
·
Kata yang tidak tepat.
·
Kata yang salah.
·
Kata yang tidak baku.
·
Kata yang tidak imajinatif.
·
Kata yang tidak atau belum populer.
12. Ilustrasi: Tidak ada
foto, grafik, statistik dan lainnya.
Sumber bacaan:
1. Lucas
Luwarso (peny.), Membangun Kapasitas Media, Jakarta: Dewan
Pers, 2006.
2. Bill
Kovach dan Tom Rossentiel, Sembilan Elemen Jurnalisme; Apa yang
Seharusnya Diketahui Wartawan dan yang Diharapkan Publik, Jakarta:
Yayasan Pantau dan Institut Studi Arus Informasi (ISAI), 2003.
3. Firman
Seponada, Bahasa Jurnalistik dan Tehnik Editing, makalah tidak diterbitkan,
tt.
4. dan
beberapa sumber lainnya.
*Pernah disampaikan
pada Pelatihan Jurnalistik Mahasiswa UKM LPM IAIN Raden Intan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar