“Biang keladi yang jauh lebih berdosa—yang
menyebabkan tulisan kita
membosankan dan basi—bukanlah piramida
terbalik,
melainkan bahasa pers.”
__Paula LaRocque
Assisten Redaktur The Dallas Morning News
![]() |
Repro: uib.no |
ANDA mungkin bertanya, apa itu bahasa jurnalistik? Apakah bahasa
jurnalistik itu ada? Bukankah bahasa di Koran, majalah, televisi, radio itu
tidak ada bedanya? Bukankah semuanya sama dengan bahasa di buku, di teks-teks
pidato dan lainnya? Bukankah bahasa Indonesia itu satu.
Baiklah pendapat anda itu mungkin benar. Akan tetapi, apakah benar
demikian?
Mari kita ambil contohkebiasaan Pak Ali sebelum pergi ke kantor. Pagi-pagi
sesudah mandi dan berpakaian rapi Pak Ali menyeruput “Nescafe”
kesukaanya, dan dengan santainya membaca beberapa berita. Sesekali ia mengangguk-angguk
atau menggelengkan kepalanya, ketika membuka halaman lain. Mengapa demikan?
Karena ia membaca koran pagi yang ditulis dengan bahasa jurnalistik. Bahasa
yang enak dipahami dan enak dibaca. Apa jadinya bila koran menggunakan bahasa
resmi, seperti bahasa perundang-undangan atau bahasa pidato.
Bahasa perundang-undangan misalnya begini:
Jika suatu tindak pidana mengenai narkotika dilakukan oleh atas nama suatu
badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan, orang yang lainnya atau suatu
yayasan maka tuntutan pidana dilakukan dan hukuman suatu tindakan tata tertib
yang dijatuhkan, baik terhadap badan hukum, perserikatan atau yayasan itu
maupun terhadap mereka yang…
(Pasal 49 UU No. 9 tahun 1976 tentang Narkotika).
Bahasa koran tentu tidak seperti itu. Bandingkan dengan bahasa yang ditulis
berikut ini:
BANDARLAMPUNG (07/10): Musyawarah Nasional (munas) Partai Golkar harus
meninggalkan kepentingan pragmatis yang menempatkan uang dan kekuasaan di atas
segalanya.. Golkar harus mampu mengembalikan kejayaan dengan membangun konsolidasi
ideologi. Harapan itu disampaikan mantan Ketua Umum PP. Muhamamadiyah Syafi’i
Maarif di Jakarta, (Minggu (4/10). Ia mengatakan politik uang telah menyebabkan
demokrasi gagal mencapai tujuan. Karena itu, kata dia, Golkar harus membebaskan
diri dari politik uang untuk membangun kejayaannya. (Lampost).
Terlihat bukan bedanya kedua bahasa tersebut?
Pada dasarnya bahasa dibedakan antara bahasa lisan dan bahasa tulisan.
Bahasa tulisan pun dibedakan lagi menjadi bahasa baku dan non-baku,
formal dan tidak formal. Jadi bahasa itu tidak satu. Selalu ada variasinya.
Dari segi penuturnya, bahasa dapat dibedakan menjadi (1) dialek, (2) sosiolek
(sosiolinguistik), (3) laras, register atau kalangan.
Dialaek adalah ucapan-ucapan khas daerah. Misalnya: dong, deh,
doang, beneran, geh tho, apaan. Sosiolek adalah bahasa yang digunakan di
lingkungan sosial tertentu. Misalnya: nyokap, bokap, kece, tajir, PDKT,
so what gitu, enggak lah yau, secara gitu. Laras adalah bahasa di kalangan
profesi. Misalnya bahasa hukum, politik, ekonom, militer dan pers. Misal: Cash
flow (arus kas), Leasing (sewa guna usaha), marketing,
off the record dan lainnya.
Dengan demikian apakah bahasa jurnalistik itu? Menurut Rosihan Anwar,
bahasa jurnalistik adalah bahasa yang digunakan wartawan yang memiliki
sifat-sifat khas, yakni singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas dan
menarik.
M. Wonohito mengatakan suatu jenis bahasa tertulis yang lain sifatnya
dengan bahasa sastra, bahasa ilmu atau bahsa buku pada umumnya.
Sedangkan menurut Kurniawan Junaidhie, bahasa jurnalistik adalah bahasa
yang digunakan oleh penerbitan pers. Bahasanya mengandung makna informatif,
persuasif dan secara konsensus merupakan kata-kata yang bisa dimengerti secara
umum, harus singkat tapi jelas dan tidak bertele-tele.
Bahasa jurnalistik, pers, koran atau media massa hanyalah salah
satu variasi bahasa. Variasi itu suatu perubahan yang tidak mengubah sifat
aslinya. Bahasa jurnalistik adalah salah satu variasi bahasa yang tetap
berinduk pada bahasa Indonesia yang tetap terikat pada sifat, adat dan kaidah
bahasa baku, baik tata bahasanya, istilahnya, mampu ejaannya
bahasa Indonesia.
Setidaknya ada tiga hal yang membuat bahasa media massa membentuk
variasi tersendiri, yaitu karena: (1) fungsi media; (2) karakteristik cara
kerja media massa; dan (3) keadaan media.
1.
Fungsi media yakni untuk memberikan
informasi, membentuk opini publik, agen perubahan, menyebarkan pengetahuan,
memberikan hiburan dan menjalankan kontrol sosial. Informasi lazimnya dibungkus
dalam bentuk berita (news). Karena itu bahasanya harus lugas, ringkas,
sederhana, mudah dicerna dan kadang berderap-derap seperti irama lagu mars.
2. Karakteristik
cara kerja media. Yakni:
·
Selalu berpacu dengan waktu (dead line).
Sastrawan boleh santai tetapi wartawan tidak bisa santai mencari berita dan
menulis laporan
·
Panjang Tulisan dibatasi karena
keterbatasan halaman. Informasi yang sebanyak-banyaknya harus ditulis seringkas
mungkin. Karena itu bahasanya pun harus ekonomis.
·
Jumlah media massa sangat banyak
jumlahnya. Karena itu persaingan makin meruncing. Maka
media massa harus menarik minat dengan bahasa yang digunkan, tulisan
yang disajikan dan tata muka atau tata letaknya.
·
Tulisan pada
media massa berbahan baku fakta. Karena itu wartawan tidak
boleh menulis yang muluk-muluk seperti pada penulisan fiksi.
3. Keadaan
media massa. Termasuk dalam hal ini adalah jenis medianya, pangsa
pasarnya, ideologinya, keuangannya dan sebagainya.
Fungsi utama media massa adalah menyampaikan informasi secara
tepat dan cermat. Karena itu bahasa jurnalistik harus mudah dan cepat
dimengerti pembaca. Dengan demikian bahasa jurnalistik harus memperhatikan
unsur sebagai berikut:
1. Singkat.
Artinya bahasa jurnalistik harus menghindari penjelasan yang panjang-panjang
dan bertele-tele. Kenapa kalimat sebaiknya harus ditulis pendek-pendek. Karena
makin panjang kalimat, makin banyak kata. Makin banyak kata, makin rumit
hubungan antar katanya. Makin rumit hubungan itu, makin sulit untuk diikuti
pembaca, malah kemungkinan besar pembaca akan salah paham.
Ada cara mudah memenggal kalimat yang panjang dan berbelit-belit.
Rumusnya, satu kalimat harus mengandung satu ide. Maka pakailah tanda koma atau
titik koma untuk memecah kalimat menjadi komponen ide. Bagi kalimat yang panjang
menjadi beberapa.
Dalam menulis kalimat, kita perlu memperhasilkan pedoman tertentu agar
pesan atau isi sampai ke sasaran (pembaca) dengan tepat seperti yang
diinginkan. Contoh:
(BANDARLAMPUNG): Rumah Zakat Indonesia (RZI) mengadakan workshop
bertema cash flow for muslim. Acara ini diselenggarakan di Hotel Bukit Randu,
Minggu (5/10), dengan pembicara Ahmad Gozali dari Biro perencanaan keuangan
Safir Senduk & rekan.
Beberapa hal di bawah ini tat menjadi pedoman dalam penulisan panjang
pendek berita:
Panjang
kalimat
|
Keterbacaan
|
8
kata atau kurang
11
kata
14
kata
17
kata
21
kata
25
kata
29
kata atau lebih
|
Sangat
mudah dipahami
Mudah
dipahami
Agak
mudah dopahami
Standar
(sedang)
Agak
sulit dipahami
Sulit
dipahami
Sangat
sulit dipahami
|
Beberapa pendapat ahli tentang kalimat jurnalistik:
“Bersahajalah, jangan dibuat-buat, jujurlah dalam berbicara dan dalam
menulis, jangan sekali kali memakai perkataan panjang, apabila perkaaan pendek
sama-sama dapat dipakai.” (William Cullen).
“Kalimat yang terbaik adalah kalimat yang terpendek.” (Gustave
Flaubert).
“Keringkasan dan kepadatan isi adalah orang tua perbaikan.” (Hosea
Ballau).
2. Sederhana
Rumus untuk menulis secara jelas dan efektif adalah “Tulislah dengan
sederhana.” Bagaimana orang lain akan memahami apa yang kita tulis, kalau kita
tidak menggunakan kata yang jelas. Kata yang jelas itu bersumber dari
kesederhanaan.
Bahasa jurnalistik sedapat-dapatnya memilih kalimat tungal dan sederhana,
bukan kalimat majemuk yang panjang, rumit dan kompleks. Kalimat yang praktis,
efektif dan tidak berlebihan pengungkapannya. Contoh:
Penyanyi legendaris Michael Jackson yang populer menembangkan lagu
Thriller, akan dimakamkan 7 Juli 2009. Pemakaman yang mewah tersebut tidak akan
mengikutsertakan seluruh bagian tubuh Michael, antara lain bagian otak.
(Revisi) Penyanyi Michael Jackson akan dimakamkan 7 Juli 2009.
Pemakaman tersebut tidak mengikutsertakan seluruh tubuh Michael, antara lain otak.
3 Hemat
Bahasa jurnalistik harus hemat kata, tidak bertele-tele dan jelas maksudnya.
Jadi pembaca tidak perlu mengerutkan keningnya untuk memahami sebuah berita.
Pembaca koran biasanya hanya sekilas membaca koran untuk memanfatkan waktu
luangnya di ruang tunggu atau dalam mobilnya. Mungkin juga sambil sesekali
mengobrol atau sms-an.
Selain itu, halaman media massa sangat terbatas. Dengan hemat
kata, maka akan lebih banyak berita bisa termuat. Itu berarti memberi layanan
informasi lebih banyak kepada pembaca. Manjakankah pembaca dengan bahasa yang
hemat. Jurusnya: “Buang semua kata yang tidak menambah arti kalimat.” Tidak
perlu menyebut handphone itu dengan “sebuah alat komunikasi yang muah digenggam
dan dapat dibawa ke mana-mana.”
Contoh kalimat yang boros:
Para korban-korban gempa bumi di Sumatera Barat belum dievakuasi ke
tempat yang aman. Sementara regu penolong dari tim SAR dan pecinta alam
Maharipal yang sudah tiba ke lokasi bencana terpaksa cuma bisa melihat saja
akibat medan yang sulit.
4. Padat
Artinya bahasa jurnalistik yang singkat itu sudah mampu menyampaikan
informasi yang lengkap. Semua yang diperlukan pembaca sudah tertampung di
dalamnya. Dengan menerapkan prinsip 5W 1 H (what, when, who, where, why +
how), membuang kata-kata yang mubazir dan ekonomis dalam penerapan kata.
Contoh: Gubernur Papua J. P. Salossa mengatakan, kasus kelaparan di
Kabupaten Yahukimo bukan kasus yang luar biasa. Menurut dia, kerawana pangan di
Yahukimo sering terjadi karena sejumlah hal, diantaranya kendala alam, seperti
kondisi yang tidak memungkinkan untuk menanam tanaman pangan. (Koran
tempo)
5. Lugas dan, tidak rancu
Artinya bahasa yang digunakan mampu menyampaikan pengertian atau makna
informasi secara langsung dan menghindari bahasa yang berbunga-bunga.
Contoh: Rektor IAIN Raden Intan akan menyesuaikan biaya kuliah kerja
nyata (KKN) mulai tahun ajaran 2014/2015. Namun penyesuaian biaya itu ditunda
setelah muncul gelombang unjuk rasa dari kalangan mahasiswa.
Berita diatas rancu. Kalimat pertama mengatakan “Rektor IAIN Raden Intan
akan menyesuaian biaya KKN”, tapi kalimat kedua seakan menyangkal dengan
mengatakan “penyesuaian biaya itu ditunda.” Selain itu bahasanya tidak lugas.
Kenapa mestimenggunakan istilah menyesuaikan biaya, padahal faktanya adalah
“menaikkan biaya.”
Contoh perbaikan;
Setelah muncul gelombang unjuk rasa mahasiswa, Rektor IAIN Raden Intan
menunda biaya KKN yang sedianya diberlakukan mulai tahun ajaran 2014/2015.
6. Diksi harus tepat
Diksi atau pilihan kata yang tepat dalam berita juga memudahkan pembaca
memahami maksud sebuah berita. Sebaliknya, pilihan kata yang tidak tepat
membuat orang sulit mengerti apa isi pesan yang hendak disampaikan.
Contoh: Seorang siswa kelas XI SMA Xaverius Pahoman nekat menenggak obat
nyamuk di kamarnya, di kelurahan Sukabumi, Bandar Lampung Rabu (7/10) Pukul
20.00 WIB.
Kata “obat nyamuk” tidak tepat. Lebih pas menggunakan pilhan kata “racun”
atau “anti nyamuk”. Contoh diksi lainnya: “Sekitar” hanya digunakan untuk
tempat dan waktu. Bukan sekitar 100 orang, melainkan sekira atau kurang lebih
100 orang. “Senilai” digunakan untuk kata bantu bilangan uang. Misal: senilai 5
miliar, bukan sebesar 5 miliar.
7. Akurat
Akurasi atau ketepatan sangat penting dalam bahasa jurnalistik. Bahasa yang
tidak akurat bukan saja menyesatkan pembaca, melainkan membahayakan penerbitan.
Bahkan penerbitan bisa kena perkara tati.
Contoh: Megawati Soeharto Putri pernah diplesetkan oleh
Indonesianis Jeffy Winters untuk nama Megawati Soekarno Putri.
Susilo Bambang Yudhoyono bukan Bambang Susilo
Yudhoyono seperti pernah dilontarkan penyanyi Maia (RATU). Kala itu
Winters dan Maia mendapat sikap dan kritikan pedas dari masyarakat.
8. Menarik
Ketika berbicara berita yang menarik orang sering menjadi mmperdebagtkan
antara menarik versus relevan. Haruskah berita adalah sesuatu
yang menyenangkan, mengasyikkan dan memainkan sensasi kita? Atau haruskah
berita adalah hal-hal yang penting saja? Bukti menunjukkan orang tetap
menginginkn keduanya. “Jurnalisme adalah mendongeng dengan sebuah tujuan,” demikian
menurut Bill Kovach.
Tulisan yang menarik adalah tulisan yang berdaya getar. Salah satunya
adalah dengan menggayakan bahasa.
Misalnya: Perumpamaan. “Semudah membalikkan telapak tangan” sudah sering
dipakai, sudah aus dan out of up to date. Gunakanlah perumpamaan yang
baru. Untuk menunjukkan kemudahan bisa diganti menjadi “semudah menghidupkan
kompor gas,” tinggal klik, api pun menyala.
Perbandingan. Setiap hari pemerintah Provinsi Jakarta mengangkut 50.000
ton sampah ke tempat pembuangan akhir. Dapatkah anda membayangkan jumlah 50.000
ton itu? Jumlah tersebut dapat tergambar dengan mudah oleh pembaca apabila kita
perbandingan. Umpamnya dengan menyebutkan bahwa sampah sebanyak itu harus
diangkut dengan 10.000 truk. Contoh lainnya, Toshiba corp. berhasil membuat
keping DVD dual layer yang mampu menyimpan 40 GB. Bayangkanlah, misalkan diisi
dengan lagu format MP3 maka bisa di putar 7 hari 7 malam nonstop. Atau mampu
diisi film yang dapat ditonton 2 hari 2 malam.
9. Mengalir
Bahasa yang mengalir dengan urutan logis, yang tepat akan lebih enak
dibaca. Sebaliknya penyajian yang urutan logisnya kacau akan membuat pembaca
“bete” karena sulit memahami apa maksudnya.
Contoh: BANDARLAMPUNG (09/10). Satpam PT. Lampung Lestari bernama Agus luka
parah setelah berduel dengan 2 perampok bercelurit di kawasan Putih dalam,
Tanjung Bintang, Jumat malam (08/10).
Kira-kira 4 kilo meter dari tempat undangan, ia merasa dibuntuti dua sepeda
motor. Semula ia tidak menyangka mereka kawanan perampok. Namun, di jalan sepi
ternyata mereka mengadang dan berebut sepeda motor.
Satpam yang warga Desa Kertasari Tanjung Bintang itu terkena celurit di
rusuk kanan dan di pelipis kanan.
Musibah terjadi sekitar pukul 21.00. Saat itu Agus pulang dari menghadiri
undangan di Sukabumi, Bandar Lampung. Ia mengendarai Honda Revo yang dipinjam
dari tetangganya
10. Tetap menggunkan bahasa baku.
Meskipun bahasa jurnalisik memiliki kekhususan, tetaplah ia
bahasa Indonesia yang baku, yang harus memperhatikan
kaidah-kaidah yang berlaku. Bahasa jurnalistik tetap bahasa yang baku,
baik dan benar. Salah satu fungsi media adalah memasyaratkan penggunaan bahasa
Indonesia yang benar. Apalagi saat ini banyak orang yang mulai mengunakan
bahasa pasaran.
Baku
|
Tidak baku
|
Baku
|
Tidak baku
|
Agrobisnis
Aktivitas
Ambulans
Asas
Autopsi
|
Agribisnis
Aktifitas
Ambulan
Azas
Otopsi
|
Bus
Feminin
Hakikat
Hunjam
Imbau
|
Bis
Feminim
Hakekat
Hujam
Himbau
|
Unsur-unsur di atas hanyalah sebagian dari tatisti untuk membuat berita
yang baku, benar dan enak dibaca. Meski begitu, pada dasarnya bahasa
merupakan sesuatu yang dinamis dan terus berkembang tanpa batasan sesuai
perkembanagan masyarakat.
Sumber bacaan:
1. Lucas
Luwarso (peny.), Membangun Kapasitas Media, Jakarta: Dewan
Pers, 2006.
2. Bill
Kovach dan Tom Rossentiel, Sembilan Elemen Jurnalisme; Apa yang
Seharusnya Diketahui Wartawan dan yang Diharapkan Publik, Jakarta:
Yayasan Pantau dan Institut Studi Arus Informasi (ISAI), 2003.
3. Firman
Seponada, Bahasa Jurnalistik dan Tehnik Editing, makalah tidak diterbitkan,
tt.
4. dan
beberapa sumber lainnya.
*Pernah disampaikan
pada Pelatihan Jurnalistik Mahasiswa UKM LPM IAIN Raden Intan
1 komentar:
The Raffle | Casino, Gambling and Dining in Rochester, NY
Explore more than 500 slots and video 정읍 출장안마 poker 청주 출장안마 machines, 안성 출장안마 including live blackjack, live roulette, craps, 진주 출장샵 live craps and more! 대구광역 출장마사지
Posting Komentar