Senin, 29 Juni 2015

Bahasa (Indonesia) Jurnalistik


“Biang keladi yang jauh lebih berdosa—yang menyebabkan tulisan kita
membosankan dan basi—bukanlah piramida terbalik,
melainkan bahasa pers.”
__Paula LaRocque
Assisten Redaktur The Dallas Morning News

Repro: uib.no
ANDA mungkin bertanya, apa itu bahasa jurnalistik? Apakah bahasa jurnalistik itu ada? Bukankah bahasa di Koran, majalah, televisi, radio itu tidak ada bedanya? Bukankah semuanya sama dengan bahasa di buku, di teks-teks pidato dan lainnya? Bukankah bahasa Indonesia itu satu.

Baiklah pendapat anda itu mungkin benar. Akan tetapi, apakah benar demikian?

Mari kita ambil contohkebiasaan Pak Ali sebelum pergi ke kantor. Pagi-pagi sesudah mandi dan berpakaian rapi Pak Ali menyeruput “Nescafe” kesukaanya, dan dengan santainya membaca beberapa berita. Sesekali ia mengangguk-angguk atau menggelengkan kepalanya, ketika membuka halaman lain. Mengapa demikan? Karena ia membaca koran pagi yang ditulis dengan bahasa jurnalistik. Bahasa yang enak dipahami dan enak dibaca. Apa jadinya bila koran menggunakan bahasa resmi, seperti bahasa perundang-undangan atau bahasa pidato.


Bahasa perundang-undangan misalnya begini:
Jika suatu tindak pidana mengenai narkotika dilakukan oleh atas nama suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan, orang yang lainnya atau suatu yayasan maka tuntutan pidana dilakukan dan hukuman suatu tindakan tata tertib yang dijatuhkan, baik terhadap badan hukum, perserikatan atau yayasan itu maupun terhadap mereka yang…
(Pasal 49 UU No. 9 tahun 1976 tentang Narkotika).

Bahasa koran tentu tidak seperti itu. Bandingkan dengan bahasa yang ditulis berikut ini:
BANDARLAMPUNG (07/10): Musyawarah Nasional (munas) Partai Golkar harus meninggalkan kepentingan pragmatis yang menempatkan uang dan kekuasaan di atas segalanya.. Golkar harus mampu mengembalikan kejayaan dengan membangun konsolidasi ideologi. Harapan itu disampaikan mantan Ketua Umum PP. Muhamamadiyah Syafi’i Maarif di Jakarta, (Minggu (4/10). Ia mengatakan politik uang telah menyebabkan demokrasi gagal mencapai tujuan. Karena itu, kata dia, Golkar harus membebaskan diri dari politik uang untuk membangun kejayaannya. (Lampost).

Terlihat bukan bedanya kedua bahasa tersebut?

Pada dasarnya bahasa dibedakan antara bahasa lisan dan bahasa tulisan. Bahasa tulisan pun dibedakan lagi menjadi bahasa baku dan non-baku, formal dan tidak formal. Jadi bahasa itu tidak satu. Selalu ada variasinya. Dari segi penuturnya, bahasa dapat dibedakan menjadi (1) dialek, (2) sosiolek (sosiolinguistik), (3) laras, register atau kalangan.

Dialaek adalah ucapan-ucapan khas daerah. Misalnya: dong, deh, doang, beneran, geh tho, apaan. Sosiolek adalah bahasa yang digunakan di lingkungan sosial tertentu. Misalnya: nyokap, bokap, kece, tajir, PDKT, so what gitu, enggak lah yau, secara gitu. Laras adalah bahasa di kalangan profesi. Misalnya bahasa hukum, politik, ekonom, militer dan pers. Misal: Cash flow (arus kas), Leasing (sewa guna usaha), marketing, off the record dan lainnya.

Dengan demikian apakah bahasa jurnalistik itu? Menurut Rosihan Anwar, bahasa jurnalistik adalah bahasa yang digunakan wartawan yang memiliki sifat-sifat khas, yakni singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas dan menarik.

M. Wonohito mengatakan suatu jenis bahasa tertulis yang lain sifatnya dengan bahasa sastra, bahasa ilmu atau bahsa buku pada umumnya.

Sedangkan menurut Kurniawan Junaidhie, bahasa jurnalistik adalah bahasa yang digunakan oleh penerbitan pers. Bahasanya mengandung makna informatif, persuasif dan secara konsensus merupakan kata-kata yang bisa dimengerti secara umum, harus singkat tapi jelas dan tidak bertele-tele.

Bahasa jurnalistik, pers, koran atau media massa hanyalah salah satu variasi bahasa. Variasi itu suatu perubahan yang tidak mengubah sifat aslinya. Bahasa jurnalistik adalah salah satu variasi bahasa yang tetap berinduk pada bahasa Indonesia yang tetap terikat pada sifat, adat dan kaidah bahasa baku, baik tata bahasanya, istilahnya, mampu ejaannya bahasa Indonesia.

Setidaknya ada tiga hal yang membuat bahasa media massa membentuk variasi tersendiri, yaitu karena: (1) fungsi media; (2) karakteristik cara kerja media massa; dan (3) keadaan media.

1.      Fungsi media yakni untuk memberikan informasi, membentuk opini publik, agen perubahan, menyebarkan pengetahuan, memberikan hiburan dan menjalankan kontrol sosial. Informasi lazimnya dibungkus dalam bentuk berita (news). Karena itu bahasanya harus lugas, ringkas, sederhana, mudah dicerna dan kadang berderap-derap seperti irama lagu mars.

2. Karakteristik cara kerja media. Yakni:
·         Selalu berpacu dengan waktu (dead line). Sastrawan boleh santai tetapi wartawan tidak bisa santai mencari berita dan menulis laporan
·         Panjang Tulisan dibatasi karena keterbatasan halaman. Informasi yang sebanyak-banyaknya harus ditulis seringkas mungkin. Karena itu bahasanya pun harus ekonomis.
·         Jumlah media massa sangat banyak jumlahnya. Karena itu persaingan makin meruncing. Maka media massa harus menarik minat dengan bahasa yang digunkan, tulisan yang disajikan dan tata muka atau tata letaknya.
·         Tulisan pada media massa berbahan baku fakta. Karena itu wartawan tidak boleh menulis yang muluk-muluk seperti pada penulisan fiksi.

3. Keadaan media massa. Termasuk dalam hal ini adalah jenis medianya, pangsa pasarnya, ideologinya, keuangannya dan sebagainya.

Fungsi utama media massa adalah menyampaikan informasi secara tepat dan cermat. Karena itu bahasa jurnalistik harus mudah dan cepat dimengerti pembaca. Dengan demikian bahasa jurnalistik harus memperhatikan unsur sebagai berikut:

1. Singkat.
Artinya bahasa jurnalistik harus menghindari penjelasan yang panjang-panjang dan bertele-tele. Kenapa kalimat sebaiknya harus ditulis pendek-pendek. Karena makin panjang kalimat, makin banyak kata. Makin banyak kata, makin rumit hubungan antar katanya. Makin rumit hubungan itu, makin sulit untuk diikuti pembaca, malah kemungkinan besar pembaca akan salah paham.

Ada cara mudah memenggal kalimat yang panjang dan berbelit-belit. Rumusnya, satu kalimat harus mengandung satu ide. Maka pakailah tanda koma atau titik koma untuk memecah kalimat menjadi komponen ide. Bagi kalimat yang panjang menjadi beberapa.

Dalam menulis kalimat, kita perlu memperhasilkan pedoman tertentu agar pesan atau isi sampai ke sasaran (pembaca) dengan tepat seperti yang diinginkan. Contoh:

(BANDARLAMPUNG): Rumah Zakat Indonesia (RZI) mengadakan workshop bertema cash flow for muslim. Acara ini diselenggarakan di Hotel Bukit Randu, Minggu (5/10), dengan pembicara Ahmad Gozali dari Biro perencanaan keuangan Safir Senduk & rekan.

Beberapa hal di bawah ini tat menjadi pedoman dalam penulisan panjang pendek berita:
Panjang kalimat
Keterbacaan
8 kata atau kurang
11 kata
14 kata
17 kata
21 kata
25 kata
29 kata atau lebih
Sangat mudah dipahami
Mudah dipahami
Agak mudah dopahami
Standar (sedang)
Agak sulit dipahami
Sulit dipahami
Sangat sulit dipahami

Beberapa pendapat ahli tentang kalimat jurnalistik:
Bersahajalah, jangan dibuat-buat, jujurlah dalam berbicara dan dalam menulis, jangan sekali kali memakai perkataan panjang, apabila perkaaan pendek sama-sama dapat dipakai.” (William Cullen).
Kalimat yang terbaik adalah kalimat yang terpendek.” (Gustave Flaubert).
Keringkasan dan kepadatan isi adalah orang tua perbaikan.” (Hosea Ballau).

2. Sederhana
Rumus untuk menulis secara jelas dan efektif adalah “Tulislah dengan sederhana.” Bagaimana orang lain akan memahami apa yang kita tulis, kalau kita tidak menggunakan kata yang jelas. Kata yang jelas itu bersumber dari kesederhanaan.

Bahasa jurnalistik sedapat-dapatnya memilih kalimat tungal dan sederhana, bukan kalimat majemuk yang panjang, rumit dan kompleks. Kalimat yang praktis, efektif dan tidak berlebihan pengungkapannya. Contoh:

Penyanyi legendaris Michael Jackson yang populer menembangkan lagu Thriller, akan dimakamkan 7 Juli 2009. Pemakaman yang mewah tersebut tidak akan mengikutsertakan seluruh bagian tubuh Michael, antara lain bagian otak.

(Revisi) Penyanyi Michael Jackson akan dimakamkan 7 Juli 2009. Pemakaman tersebut tidak mengikutsertakan seluruh tubuh Michael, antara lain otak.

3 Hemat
Bahasa jurnalistik harus hemat kata, tidak bertele-tele dan jelas maksudnya. Jadi pembaca tidak perlu mengerutkan keningnya untuk memahami sebuah berita. Pembaca koran biasanya hanya sekilas membaca koran untuk memanfatkan waktu luangnya di ruang tunggu atau dalam mobilnya. Mungkin juga sambil sesekali mengobrol atau sms-an.

Selain itu, halaman media massa sangat terbatas. Dengan hemat kata, maka akan lebih banyak berita bisa termuat. Itu berarti memberi layanan informasi lebih banyak kepada pembaca. Manjakankah pembaca dengan bahasa yang hemat. Jurusnya: “Buang semua kata yang tidak menambah arti kalimat.” Tidak perlu menyebut handphone itu dengan “sebuah alat komunikasi yang muah digenggam dan dapat dibawa ke mana-mana.”

Contoh kalimat yang boros:
Para korban-korban gempa bumi di Sumatera Barat belum dievakuasi ke tempat yang aman. Sementara regu penolong dari tim SAR dan pecinta alam Maharipal yang sudah tiba ke lokasi bencana terpaksa cuma bisa melihat saja akibat medan yang sulit.

4. Padat
Artinya bahasa jurnalistik yang singkat itu sudah mampu menyampaikan informasi yang lengkap. Semua yang diperlukan pembaca sudah tertampung di dalamnya. Dengan menerapkan prinsip 5W 1 H (what, when, who, where, why + how), membuang kata-kata yang mubazir dan ekonomis dalam penerapan kata.

Contoh: Gubernur Papua J. P. Salossa mengatakan, kasus kelaparan di Kabupaten Yahukimo bukan kasus yang luar biasa. Menurut dia, kerawana pangan di Yahukimo sering terjadi karena sejumlah hal, diantaranya kendala alam, seperti kondisi yang tidak memungkinkan untuk menanam tanaman pangan. (Koran tempo)

5. Lugas dan, tidak rancu
Artinya bahasa yang digunakan mampu menyampaikan pengertian atau makna informasi secara langsung dan menghindari bahasa yang berbunga-bunga.

Contoh: Rektor IAIN Raden Intan akan menyesuaikan biaya kuliah kerja nyata (KKN) mulai tahun ajaran 2014/2015. Namun penyesuaian biaya itu ditunda setelah muncul gelombang unjuk rasa dari kalangan mahasiswa.

Berita diatas rancu. Kalimat pertama mengatakan “Rektor IAIN Raden Intan akan menyesuaian biaya KKN”, tapi kalimat kedua seakan menyangkal dengan mengatakan “penyesuaian biaya itu ditunda.” Selain itu bahasanya tidak lugas. Kenapa mestimenggunakan istilah menyesuaikan biaya, padahal faktanya adalah “menaikkan biaya.”

Contoh perbaikan;
Setelah muncul gelombang unjuk rasa mahasiswa, Rektor IAIN Raden Intan menunda biaya KKN yang sedianya diberlakukan mulai tahun ajaran 2014/2015.

6. Diksi harus tepat
Diksi atau pilihan kata yang tepat dalam berita juga memudahkan pembaca memahami maksud sebuah berita. Sebaliknya, pilihan kata yang tidak tepat membuat orang sulit mengerti apa isi pesan yang hendak disampaikan.

Contoh: Seorang siswa kelas XI SMA Xaverius Pahoman nekat menenggak obat nyamuk di kamarnya, di kelurahan Sukabumi, Bandar Lampung Rabu (7/10) Pukul 20.00 WIB.

Kata “obat nyamuk” tidak tepat. Lebih pas menggunakan pilhan kata “racun” atau “anti nyamuk”. Contoh diksi lainnya: “Sekitar” hanya digunakan untuk tempat dan waktu. Bukan sekitar 100 orang, melainkan sekira atau kurang lebih 100 orang. “Senilai” digunakan untuk kata bantu bilangan uang. Misal: senilai 5 miliar, bukan sebesar 5 miliar.

7. Akurat
Akurasi atau ketepatan sangat penting dalam bahasa jurnalistik. Bahasa yang tidak akurat bukan saja menyesatkan pembaca, melainkan membahayakan penerbitan. Bahkan penerbitan bisa kena perkara tati.

Contoh: Megawati Soeharto Putri pernah diplesetkan oleh Indonesianis Jeffy Winters untuk nama Megawati Soekarno Putri.
Susilo Bambang Yudhoyono bukan Bambang Susilo Yudhoyono seperti pernah dilontarkan penyanyi Maia (RATU). Kala itu Winters dan Maia mendapat sikap dan kritikan pedas dari masyarakat.

8. Menarik
Ketika berbicara berita yang menarik orang sering menjadi mmperdebagtkan antara menarik versus relevan. Haruskah berita adalah sesuatu yang menyenangkan, mengasyikkan dan memainkan sensasi kita? Atau haruskah berita adalah hal-hal yang penting saja? Bukti menunjukkan orang tetap menginginkn keduanya. “Jurnalisme adalah mendongeng dengan sebuah tujuan,” demikian menurut Bill Kovach.

Tulisan yang menarik adalah tulisan yang berdaya getar. Salah satunya adalah dengan menggayakan bahasa.

Misalnya: Perumpamaan. “Semudah membalikkan telapak tangan” sudah sering dipakai, sudah aus dan out of up to date. Gunakanlah perumpamaan yang baru. Untuk menunjukkan kemudahan bisa diganti menjadi “semudah menghidupkan kompor gas,” tinggal klik, api pun menyala.

Perbandingan. Setiap hari pemerintah Provinsi Jakarta mengangkut 50.000 ton sampah ke tempat pembuangan akhir. Dapatkah anda membayangkan jumlah 50.000 ton itu? Jumlah tersebut dapat tergambar dengan mudah oleh pembaca apabila kita perbandingan. Umpamnya dengan menyebutkan bahwa sampah sebanyak itu harus diangkut dengan 10.000 truk. Contoh lainnya, Toshiba corp. berhasil membuat keping DVD dual layer yang mampu menyimpan 40 GB. Bayangkanlah, misalkan diisi dengan lagu format MP3 maka bisa di putar 7 hari 7 malam nonstop. Atau mampu diisi film yang dapat ditonton 2 hari 2 malam.

9. Mengalir
Bahasa yang mengalir dengan urutan logis, yang tepat akan lebih enak dibaca. Sebaliknya penyajian yang urutan logisnya kacau akan membuat pembaca “bete” karena sulit memahami apa maksudnya.

Contoh: BANDARLAMPUNG (09/10). Satpam PT. Lampung Lestari bernama Agus luka parah setelah berduel dengan 2 perampok bercelurit di kawasan Putih dalam, Tanjung Bintang, Jumat malam (08/10).

Kira-kira 4 kilo meter dari tempat undangan, ia merasa dibuntuti dua sepeda motor. Semula ia tidak menyangka mereka kawanan perampok. Namun, di jalan sepi ternyata mereka mengadang dan berebut sepeda motor.

Satpam yang warga Desa Kertasari Tanjung Bintang itu terkena celurit di rusuk kanan dan di pelipis kanan.

Musibah terjadi sekitar pukul 21.00. Saat itu Agus pulang dari menghadiri undangan di Sukabumi, Bandar Lampung. Ia mengendarai Honda Revo yang dipinjam dari tetangganya

10. Tetap menggunkan bahasa baku.
Meskipun bahasa jurnalisik memiliki kekhususan, tetaplah ia bahasa Indonesia yang baku, yang harus memperhatikan kaidah-kaidah yang berlaku. Bahasa jurnalistik tetap bahasa yang baku, baik dan benar. Salah satu fungsi media adalah memasyaratkan penggunaan bahasa Indonesia yang benar. Apalagi saat ini banyak orang yang mulai mengunakan bahasa pasaran.
Baku
Tidak baku
Baku
Tidak baku
Agrobisnis
Aktivitas
Ambulans
Asas
Autopsi
Agribisnis
Aktifitas
Ambulan
Azas
Otopsi
Bus
Feminin
Hakikat
Hunjam
Imbau
Bis
Feminim
Hakekat
Hujam
Himbau

Unsur-unsur di atas hanyalah sebagian dari tatisti untuk membuat berita yang baku, benar dan enak dibaca. Meski begitu, pada dasarnya bahasa merupakan sesuatu yang dinamis dan terus berkembang tanpa batasan sesuai perkembanagan masyarakat.

Sumber bacaan:
1. Lucas Luwarso (peny.), Membangun Kapasitas Media, Jakarta: Dewan Pers, 2006.
2. Bill Kovach dan Tom Rossentiel, Sembilan Elemen Jurnalisme; Apa yang Seharusnya Diketahui Wartawan dan yang Diharapkan Publik, Jakarta: Yayasan Pantau dan Institut Studi Arus Informasi (ISAI), 2003.
3. Firman Seponada, Bahasa Jurnalistik dan Tehnik Editing, makalah tidak diterbitkan, tt.
4. dan beberapa sumber lainnya.

*Pernah disampaikan pada Pelatihan Jurnalistik Mahasiswa UKM LPM IAIN Raden Intan

1 komentar:

barbaracahalane mengatakan...

The Raffle | Casino, Gambling and Dining in Rochester, NY
Explore more than 500 slots and video 정읍 출장안마 poker 청주 출장안마 machines, 안성 출장안마 including live blackjack, live roulette, craps, 진주 출장샵 live craps and more! 대구광역 출장마사지