Rabu, 04 September 2019

Berzakat Profesi, Membuat Tenang Hati

literasizakatwakaf.com
SAYA bekerja Kementerian Agama Republik Indonesia Kabupaten Lampung Utara. Sekira tahun 2015/2016-an, saya sudah mulai mengeluarkan zakat profesi dari penghasilan saya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) setiap bulannya.  Semua bermula saat Kepala Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Lampung Utara melalui Seksi Penyelenggaraan Syari’ah berinisiatif untuk memungut zakat, infak dan shadaqah (ZIS) semua pegawai bekerjasama dengan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Lampung Utara. 

Pemungutan ZIS pegawai Kemenag ini tidak bersifat memaksa, tetapi bersifat sukarela. Awalnya pegawai diberikan sosialisasi, kemudian disodorkan blanko kesediaan gajinya dipotong setidaknya untuk tiga hal. Pertama, bersedia gajinya dipotong 2,5 persen sebagai zakat profesi. Kedua, dipotong untuk infak-shadaqah dengan nominal yang tidak ditentukan, sesuai keikhlasan pegawai. Ketiga, menyatakan bersedia dipotong gajinya 2,5 persen dan potongan infak-shadaqah seikhlasnya, ditulis sendiri. Saya memilih poin pertama, yakni cuma dipotong 2,5 persen untuk zakat profesi. Sedangkan untuk infak-shadaqah akan saya berikan sendiri sesuai situasi dan kondisi, begitu pikir saya. Mungkin untuk infak korban bencana alam, pemeliharaan dan pembangunan tempat ibadah, bantuan anak yatim, peminta-minta, diberikan kepada saudara yang membutuhkan dan sebagainya.

Sebenarnya pemotongan gaji untuk zakat profesi tidak atau kurang disambut dengan antusias. Dibuktikan dengan banyaknya pegawai yang bersedia dipotong gajinya untuk zakat maupun untuk infak-shadaqah. Mereka menolak dengan berbagai alasan. Ada yang meragukan apakah zakat profesi itu memang ada dan dibenarkan sesuai syari’at. Ada yang beralasan zakat akan disalurkan ditempat tinggal sendiri atau kepada saudara sendiri yang lebih membutuhkan. Ada juga yang berargumen belum wajib zakat karena jika jumlah gaji dikurangi kebutuhan masih kurang, apalagi banyak yang memiliki pinjaman bank dengan menggadaikan SK-nya. Merasa masih ragu, kurang yakin dan kurang percaya dengan penyelenggara zakat pun menjadi dasar keengganan pegawai untuk berzakat. Dan alasan-alasan lainnya.

Sedangkan alasan atau motivasi saya bersedia dipotong gajinya untuk zakat profesi adalah saya berkeyakinan zakat profesi dibenarkan secara syari’at dan merupakan sumber pendapatan yang bisa diambil zakatnya sesuai dengan kemajuan zaman. Mungkin zaman dulu istilah zakat profesi tidak ada, tetapi substansinya ada, yakni kita punya penghasilan harta benda. Pada awalnya saya tidak berpikir apakah jumlah gaji saya itu saya sudah wajib zakat atau belum. Tapi sebagai bentuk kehati-hatian saya niatkan berzakat untuk mensucikan penghasilan saya. Jikapun hal tersebut bukan zakat, menjadi sedekah pun tidak apa-apa. Alasan lainnya, sebagai ekspresi syukur saya karena memiliki penghasilan rutin, yang mungkin relatif lebih mudah, “lebih besar” dibandingkan dengan kebanyakan orang. Di luar sana banyak orang yang selain pendapatannya lebih kecil, banyak juga yang pendapatannya tidak pasti. Saya juga belajar dari orang tua saya yang seorang petani—dengan segala kesulitannya, mahalnya benih, pupuk, obat-obatan, ongkos kerja—masih mengeluarkan zakat, bahkan prosentasenya lebih besar, 5-10 persen. Maka menurut saya, mengeluarkan zakat profesi 2,5 persen sebenarnya relatif kecil (dibandinghkan zakat pertanian). 

Kemudian motivasi saya bersedia gajinya dipotong, dipungut zakatnya untuk disalurkan ke BAZ adalah sebagai dukungan ke lembaga pengelola zakat (Amil) agar pengelolaan zakat lebih terorganisir, transparan, tepat sasaran dan dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga potensi zakat atau infak bisa benar-benar tergali dan terrealisasikan dengan baik dan benar, tidak hanya sekadar teori. Jadi ikut mempraktikkan pemungutan dan pendistribusian zakat melalui badan/lembaga amil zakat. Karena sedikit banyak saya juga mengetahui tentang suka duka mengelola zakat, terutama susahnya mendapat kepercayaan masyarakat yang lebih luas. Informasi ini saya dapatkan ketika (dulu) melakukan penelitian langsung tentang Lembaga Amil Zakat Dompet Amal Insani (LAZDAI) Bandar Lampung untuk tugas akhir mahasiswa Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri (UIN) RadenIntan. Karena itu adanya dukungan dan bantuan mensosialisasikan badan/lembaga amil zakat sangat penting. Maka sosialiasasi melalui jaringan online dan media sosial yang dilakukan oleh Direktorat Zakat dan Wakaf Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama dan Literasi  Zakat Wakaf adalah salah satu langkah yang tepat menyesuaikan perkembangan zaman, karena hampir semua masyarakat kini telah terhubung dengan media online dan mencari sumber informasi juga dari jaringan online. Apalagi dengan model informasi, sosialisasi dengan desain, grafis dan kompetesi yang menarik, saya yakin bisa menjadi media sosialisasi yang efektif dan mudah diterima.

Pengalaman setelah berzakat

Awalnya saya berzakat profesi dipengaruhi kawan. Pada saat itu kawan saya menawarkan kesediaan saya untuk dipotong gajinya sebagai zakat. Saya sempat agak ragu, nanti dananya akan dikelola dengan baik atau tidak, amanah atau tidak. Tapi kawan saya mengatakan, “…kalau soal amanah atau tidak biarkan itu urusan mereka (pengelola), yang penting kewajiban kita [berzakat] selesai.” Benar juga pikir saya, yang penting saya sudah menunaikan kewajiban dan tidak ada beban lagi.

Sebenarnya jumlah potongan saya setiap bulan tidak besar, mungkin hanya cukup untuk makan mentraktir dua atau tiga kawan makan siang, atau hanya seharga sepotong baju lebaran. Jadi sebenarnya tidak begitu terasa bagi keuangan keluarga, apalagi gaji saya alhamdulillah masih utuh, belum terpotong pinjaman bank. Tetapi walaupun sedikit, kalau tidak saya niatkan untuk berzakat, bisa saja saya berdosa karena itu bukan hak saya. Mungkin pengeluaran saya untuk hal-hal yang tidak penting, untuk hobi, untuk mentraktir, untuk sumbangan hajatan, untuk jalan-jalan misalnya, jauh lebih besar dari kewajiban zakat yang harus saya bayarkan. Tapi sekali lagi, walaupun lebih besar, tetap saja itu bukan zakat.

Setelah gaji saya dipotong untuk zakat profesi, saya merasa biasa saja, tidak kemudian menjadi merasa kekurangan karena pendapatannya berkurang. Tidak juga menjadi semakin sejahtera karena pendapatannya menjadi berlipat-lipat. Ya biasa saja. Kalau kurang ya selalu merasa kurang, tapi kalau disyukuri ya cukuplah. Disisi lain kadang saya juga tetap mendapatkan juga rizki lain dari arah yang tidak disangka-sangka yang jumlahnya bisa lebih besar dari potongan zakat saya.

Tapi satu hal yang saya rasakan setelah saya rutin berzakat adalah adanya ketenangan hati. Saya merasa tenang, mudah-mudahan rizki saya menjadi berkah dan relatif halal. Apalagi saya juga menyadari sebagai PNS pendapatan saya ada yang sudah sesuai ketentuan, ada juga pendapatan yang masih masih abu-abu alias syubhat. Maka dengan berzakat dan berinfak mudah-mudahan rizki saya relatif bersih dan membawa keberkahan. Kemudian saya dan keluarga alhamdulillah sampai sekarang selalu diberi kesehatan dan umur panjang. Kalaupun sakit, cuma sakit biasa yang tidak menghabiskan banyak biaya. Itu mungkin salah satu dari sekian banyak hikmahnya berzakat dan berinfak.

Mudahnya Berzakat Online di BAZNAS

Seiring dengan perkembangan zaman yang segalanya menuntut kemudahan, maka sistem dalam jaringan (online) seolah tidak bisa ditinggalkan. Kini hampir semua lini melayani transaksi online, mulai dari pembayaran jual beli, jasa, cicilan, penerimaan pajak, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), termasuk zakat dan infak. Terobosan ini juga dilakukan oleh BAZNAS dalam memungut dana zakat-infak dari masyarakat.

Saya punya pengalaman membayar infak di BAZNAS sangat mudah. Cukup buka www.baznas.go.id dari ponsel kemudian klik bayar. Disana ada dua pilihan, bayar zakat atau infak. Masukkan jumlah zakat/infak selanjutnya isi nama, nomor HP dan email, klik bayar. Selanjutnya pilih metode setoran, Go Pay atau lewat ATM/ Transfer Bank, pilih nama bank (BNI, BCA, Permata atau Mandiri). Selanjutnya kita akan diberi Kode Pembayaran pada saat itu juga maupun melalui email. Persis seperti kita belanja online.

Kebetulan saya memilih menyetorkan lewan Internet Banking Mandiri, maka saya pilih Bayar;Multi Paymentt;70012 (Kode Midtrans);Kode Pembayaran;Jika sudah benar tekan Iya. Setelah transfer berhasil, saya menerima konfirmasi melalui email, Whatsapp bahkan layanan pesan pendek (SMS). Selain dengan cara di atas, BAZNAS juga menyediakan 22 rekening bank untuk pembayaran zakat dan 13 rekening bank pembayaran infak. Saya merasakan kemudahan dan kenyamanan jika ingin menyalurkan zakat atau infak melalui BAZNAS. Dan saya kira disemua lembaga zakat lain yang sudah menerapkan zakat/infak online kini semuanya bisa sangat mudah, cukup dengan sentuhan jari tangan, semudah menghidupkan kompor gas. Tinggal kita mau atau tidak. Wallahu a'lam.

Tidak ada komentar: