Sabtu, 07 September 2019

Penyakit Munafik dan Cara Mencegahnya

hiveminer.com
PADA kesempatan ini saya ingin mengingatkan kembali tentang penyakit yang bisa mengerogoti bahkan bisa merusak fondasi keimanan kita, yaitu penyakit nifaq atau kemunafikan.

Orang munafik ini seperti orang yang mempunyai dua wajah, mereka sulit sekali untuk dikenali yang mana wajah aslinya. Orang munafik adalah orang yang mempunyai kepribadian ganda. Pada masa-masa awal perjuangan Islam, orang munafik ini lebih membahayakan daripada orang-orang kafir yang dengan jelas memusuhi Islam. Karena orang munafik ini seperti musuh dalam selimut. Mereka musuh tapi dekat dengan kalangan Islam dan mengetahui dari dalam segala strategi, informasi dan kelemahan umat Islam. Mereka menjadi bagian dari umat Islam tetapi membantu musuh dengan menggerogoti dan melemahkan umat Islam dari dalam.

Allah swt menurunkan banyak ayat tentang orang munafik, bahakan ada satu ayat khusus dalam Al-Qur’an, yaitu Surat Al-Munafiqun. Sifat orang munafik yang sangat jelas adalah mereka yang menyuruh kepada kemungkaran dan melarang berbuat ma’ruf sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an At-Taubah: 67.

Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma'ruf dan mereka menggenggamkan tangannya (kikir). Mereka Telah lupa kepada Allah, Maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik.

Tetapi secara umum orang munafik ini sulit dikenali, karena itu Rasulullah saw memberi isyarat tentang tanda-tanda atau sifat-sifat orang munafik:

عن ابى هريرة رضى الله عىه قا ل: قال رسول الله صوم : اية المنا فقِ ثلاثٌ إذا حدّث كدباَ وإذا وعدَ أخلفَ وادائتمنَ خا نَ
Tanda-tanda orang munafik ada tiga, jika bicara, ia bohong, jika berjanji ia mengingkari dan jika dipercaya ia berkhianat. (HR Bukhari-Muslim).

Hadits ini pendek, sederhana dan mudah dihafal, namun kalau kita jabarkan hadits ini mengandung makna yang sangat luas. Hadits ini mengandung pesan yang mendalam untuk kita renungkan. Maka mari kita introspeksi diri, kita renungkan kembali apakah tanda-tanda orang munafik ini ada pada diri kita sendiri. Jangan-jangan kita juga termasuk bagian dari oarang munafik itu.

Yang pertama, إذا حدّث كدباَ  jika berbicara, dusta atau bohong. Orang munafik jika berbicara tidak mengatakan yang sebenarnya, yang dikatakan bertentangan dengan apa yang terjadi. Baik dalam masalah aqidah, ibadah maupun muamalah. Mengaku beriman kepada Allah, tetapi tidak mau melaksanakan perintah-perintahNya. Mengaku beriman, mengaku Islam tetapi tidak mau shalat, puasa, zakat dan lainnya.

Banyak orang yang ingin terlihat hebat, ingin dipuji orang lain tetapi dengan cara-cara berbohong. Banyak yang ingin simpati kemudian membuat cerita-cerita bohong padahal sebenarnya tidak pernah terjadi dan tidak pernah mereka alami. Ada juga orang yang berbohong untuk mendapatkan keuntungan lain, itu juga tanda orang munafik.

Melihat perkembangan zaman sekarang, orang berbicara tidak hanya dengan lisan, tetapi bisa dengan alat bantu lain, misalnya ponsel. Ponsel sekarang sudah menjadi perpanjangan mulut kita. Dengan ponsel kita bisa mengirimkan pesan suara, tulisan, rekaman maupun video. Maka bisa saja telepon yang kita pakai digunakan untuk menyebarkan kebohongan. Apalagi sekarang ini sedang ramai orang menyampaikan cerita / berita bohong atau hoax yang tidak jelas asal usulnya. Maka jangan sampai kita ikut menjadi bagian orang yang menyebarkan kebohongan, baik dengan lisan maupun dengan media lain. Karena bohong merupakan tanda orang munafik.

Kedua, وإذا وعدَ أخلفَ  jika berjanji, ciri orang munafik selalu mengingkari atau tidak menepati janjinya. Biasanya ini terjadi pada calon pejabat dan politisi busuk. Sebelum terpilih berjanji akan membantu ini dan itu, berjanji akan memberi sesuatu di sana dan di sini, berjanji akan menyejahterakan rakyat dan sebagainya. Mereka mengumbar segala macam janji-janji, tetapi setelah terpilih mereka lupa atau tidak menepati janjinya.

Tidak hanya menjangkiti calon pejabat dan politisi busuk saja, tetapi tidak tertutup kemungkinan orang-orang biasa seperti kita pun banyak yang tidak menepati janji. Misalnya menyangkut masalah hutang.  Pada saat meminjam, ngomongnya  pandai, janjinya manis, meratap dengan nelangsa agar diberi pinjaman dan berjanji akan mengembalikan secepatnya. Namun ketika waktunya tiba, tidak juga juga membayar hutang. Ketika ditagih masih juga menghindar dengan alasan lain-lain. Begitu seterusnya sampai orang yang meminjamkan malu sendiri untuk menagihnya. Padahal orang yang meminjamkan sebenarnya menuntut haknya, tetapi seolah-olah menjadi seperti pengemis karena peminjam tidak menepati janjinya. Maka jangan sampai karena masalah hutang menjadikan kita sebagai seperti orang munafik, yang selalu mengingkar janji.

Ketiga,  وادائتمنَ خا نَ apabila dipercaya berkhianat. Contohnya, seorang pemimpin yang sudah dipercaya untuk mensejahterakan rakyat malah khianat, bukan menyejahterakan malah menyengsarakan. Bukannya membuat aturan yang membuat harga kebutuhan pokok ada dan terjangkau, malah membuat keputusan aneh yang membuat harga melambung dan tak terbeli. Para pemimpin sebenarnya dipilih dan dipercaya untuk membantu mempermudah urusan rakyat, tetapi justru mempersulitnya. Seorang suami atau istri sudah dipercaya cintanya, malah berselingkuh. Seorang laki-laki telah dipercaya, diberitanggungjawab untuk menjaga, mendidik seorang wanita dalam sebuah ikatan rumahtangga, tetapi ia tidak menjaga amanah itu dengan baik, ini juga mengindikasikan sifat seorang munafik. Seorang istri sudah dipercaya seorang suami untuk menjaga kehormatan dirinya, dipercaya menjaga harta benda suaminya, ketika ia khianat dengan amanah tersebut ia juga seperti seorang munafik. Contoh lainnya, seorang buruh tani dipercaya mengurusi lahan majikannya, ia khianati kepercayaannya itu dengan tidak mengurusi dan merawat lahan garapannya dengan baik. Itu semua juga tanda-tanda orang munafik.

Maka penyakit nifaq atau munafik ini jangan pernah kita anggap enteng, jangan pernah kita sepelekan, karena Allah swt mengancam mereka, orang-orang munafik, dengan ancaman neraka jahannam. Sebagaimana firman Allah swt. dalam surat At-taubah: 68:.
Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan munafik perempuan dan oarang-orang kafir dengan neraka jahannam, mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka, dan Allah melaknati mereka, dan bagi mereka azab yang kekal. Na’udzubillah min dzalik.

Upaya Mencegah Penyakit Munafik

Walaupun Rasulullah sudah memberikan tanda-tanda orang munafik, kita harus tetap santuy, kita sebaiknya jangan mudah menuduh orang lain sebagai orang munafik, sama seperti kita dilarang menuduh saudara kita sebagai orang kafir walaupun ada beberapa tanda-tanda kekafiran pada dirinya. Cukup kita ketahui untuk mawas diri, berhati-hati, berjaga-jaga agar tidak mudah terperangkap oleh tipu dayanya. Namun ketika melihat tanda-tanda munafik dalam diri kita, kita harus keras, kita harus segera bertaubat dan segera memperbaiki diri, agar jangan sampai keimanan kita rusak oleh sifat-sifat kemunafikan.

Untuk menghilangkan atau menghindari penyakit nifaq ini, maka marilah kita jaga lisan kita dengan perkataan yang baik dan berkata yang benar. Jika tidak bisa berkata baik, agama kita menganjurkan untuk diam. Diam adalah lebih baik daripada berkata yang tidak benar. Kemudian kita harus selalu mengingat dan menepati janji-janji apabila kita sudah memberikan janji kepada orang lain dan semaksimal mungkin tidak banyak mengobral janji kepada orang lain. Terutama ketika senang, karena disaat senang kadang orang mudah berjanji, padahal kemudian tidak ditepati. Terakhir, jangan pernah menyepelekan kepercayaan orang lain yang diberikan kepada kita, sekecil apapun kepercayaan itu, agar kita tidak tergolong sebagai orang-orang yang munafik. Kepercayaan adalah modal besar dalam hidup kita. Sekali kepercayaan itu hilang, sekali orang lain tidak percaya dengan kita, bisa selamanya orang tersebut tidak percaya dengan kita, bahkan bisa mereka bisa mengajak orang lain untuk tidak percaya dengan kita. Naudzubillah.

Tidak ada komentar: