Sabtu, 04 Februari 2012

Setelah Jobs Pergi

: Mengenang 120 hari kepergian Steve Paul Jobs

SEORANG laki-laki kurus duduk tak tenang dikursi ruang tamu sebuah perusahaan komputer Atari. Berjam-jam lamanya ia tetap tak beranjak dari tempat itu. Ia mendekap berkas lamaran kerja. Pimpinan perusahaan sudah memberikan jawaban bahwa sang lelaki kurus itu tidak bisa bekerja di perusahaannya. Alih-alih beranjak pergi, lelaki itu tetap menunggu kepastian bahwa dirinya layak bekerja di perusahaan itu. Atari kemudian menerima si lelaki tersebut, daripada harus memanggil polisi untuk mengusirnya. Lelaki itu bandel itu bernama Steve Paul Jobs.


Cerita itu memberikan sedikit gambaran bagaimana kekerasan hati Jobs untuk ketika menginginkan sesuatu. Ia begitu yakin dan pantang menyerah, karena ia yakin ia mampu. Dalam kisah lain, ketika Jobs bekerja di Apple Inc. (dahulu bernama Apple Computer Inc.) untuk membuat komputer pertama kali bersama rekannya, Steve Wozniak, mereka kehabisan material. Jobs tak segan-segan menelpon Bill Hewlett untuk membantunya memasok material kebutuhannya, meskipun ia sebenarnya tidak mengenal bos Hewlett Packard tersebut. Lagi-lagi Jobs tidak menyerah sampai ia mendapatkan material untuk komputer Apple-nya.


Pribadi Jobs digambarkan sebagai perpaduan kecerdasan, semangat tinggi, percaya diri dan inovasi. Begitu percaya dirinya, terutama dengan imajinasinya, ia sering dianggap sombong. Ia begitu yakin bisa mewujudkan mimpinya terutama berkaiatan dengan teknologi informasi. Sikap egoisnya itulah membuat dirinya didepak dari Apple pada tahun 1984.

Sakit hati dan kecewa karena dipecat perusahan berlogo “apel digigit,” pria yang terlahir dengan nama Abdul Lateef Jandali itu mendirikan perusahaan NeXT. Ia berniat menyaingi Apple dengan membuat komputer yang mengutamakan keunggulan perangkat keras (hardware). Ia yakin perangkat keras yang baik akan memikat konsumen. Anggapan Jobs ternyata salah. NeXT tak akan mampu menyaingi Apple jika hanya mengandalkan perangkat keras. Rekannya, seorang progammer, mengusulkan untuk membuat perangkat lunak (software) yang sesuai (kompetibel) untuk Apple. Benar saja saran tersebut rupanya manjur. Berkat kecerdasannya membuat software, ia diterima lagi oleh Apple dan kemudian berhasil menjadi CEO—Chief Excecutive Officer dari tahun 1997 hingga 2011. Kedudukannya yang tinggi ini memberikan peluang yang besar untuk mewujudkan mimpi-mimpinya selama ini.

Perangkat iPod adalah gadget pertama yang mulai mengangkat namanya. Perangkat pemutar musik mungil itu mulai digunakan banyak orang di seluruh dunia mengalahkan pemutar musik berupa Compact Disc (CD). Dengan iPod orang tak perlu membeli CD, cukup mengunduh file musik di internet atau memindahkannya dari komputer.
Sukses dengan iPod, Jobs menjulangkan kembali nama Apple setelah mengkreasikan perangkat telepon seluler bernama iPhone. Keunggalan telepon ini adalah pada desainnya yang kokoh, minimalis dan dengan teknologi layar sentuh dan secuil tombol. Dan hasil karya Jobs yang terakhir adalah komputer tablet berupa iPad. Jobs memang menginginkan produk Apple bisa dipakai oleh orang yang paling bodoh sekalipun. Filosofi itulah yang ia gunakan ketika merancang produk-produk Apple. Tentu bukan sesuatu yang mudah membuat perangkat yang canggih namun sederhana, sederhana tapi canggih.

Steve Jobs lahir di San Francisco, AS, pada tanggal 24 Februari 1955. Jobs berdarah Timur Tengah (Suriah) dari seorang ayah bernama Abdul Fattah Jandali dan ibu bernama Joanne Simpson. Namun kemudian orangtuanya bercerai. Jobs diadopsi oleh keluarga Paul dan Clara dari San Francisco. Jobs mempunyai adik kandung bernama Mona Simpson—seorang novelis. Pria beragama Budha ini pernah sekolah Cupertino Junior High Schooll (SMP) dan di Homestead High School (SMA), California. Kuliahnya di Reed College, Oregon namun tidak selesai. Kebiasaannya yang mencari makan gratis di Wihara Hare Krishna saat kuliah inilah yang mungkin menjadikan tertarik dengan ajaran Budha.

Seperti kebanyakan tokoh dunia yang tumbuh dengan otak cerdas, Jobs muda tumbuh seperti anak badung. Jobs malas sekolah. Ia lebih senang bercengkrama dengan elektronik. Waktunya banyak dihabiskan untuk mendiskusikan soal elektronik dengan kawan-kawannya sesama pecinta elektronik. Jobs pernah memaksa orang tuanya untuk pindah kota agar bisa sekolah yang berbeda. Job memang digambarkan sosok yang selalu merasa kurang puas dan mudah gusar. Merasa kurang puas itu ternyata memberi pengaruh positif bagi Jobs dan Apple. Jobs kemudian dianggap sebagai orang yang membuat dunia semakin lebih baik, terutama dengan perangkat teknologinya.

Pada 5 Oktober 2011 Jobs telah pergi dalam usia 56 tahun. Waktu ternyata mengalahkannya. Namun warisan karya dan semangatnya menginspirasi banyak orang di seluruh dunia. Setelah Jobs pergi bagaimanakah wajah masa depan teknologi dunia? Siapakah yang berani berimajinasi?[]

Sumber: iCon Steve Jobs; The Greatest Second Act in The History of Business, 2005. Wikipedia.com dan dari pelbagai sumber lainnya.

Tidak ada komentar: