Sabtu, 04 Februari 2012

Pengalaman Spiritual


‘PERISTIWA 911’ tahun 2001 yang meruntuhkan gedung kembar World Trade Center—pusat perdagangan dunia—memang membawa implikasi yang dahsyat bagi segala sektor kehidupan, utamanya bagi umat Islam. Karena pelaku peledakan yang menggunakan pesawat Boeing tersebut telah dialamatkan kepada umat Islam sebagai teroris, tentunya dengan perspektif Amerika.

Tetapi, ada salah satu hikmah dibalik semua itu. Blessing in disguise, istilahnya. Dikabarkan oleh sejumlah media, ribuan warga Amerika di Boston diam-diam merasa tertarik dengan Islam yang dianggap sebagai biang teroris itu. Mereka yang awalnya tidak tahu Islam, mencari tahu apa sebenarnya Islam itu. Mereka penasaran. Sebagian warga Amerika yang tertarik itu hanya sekadar ingin tahu saja, sebagian lagi memilih Islam sebagai jalan hidupnya. Umat Islam di sana pun mulai gencar melakukan kajian keislaman. Diantaranya bertujuan mensosialisasikan Islam yang sebenarnya, bukan seperti tuduhan media-media asing.


Disetiap awal acara kajian keislaman tersebut dibacakanlah ayat-ayat Alqur’an beserta terjemahannya. Banyak hadirin tertunduk diam, sebagian meneteskan air mata. Sering berjalannya waktu berbondong-bondong warga Amerika menyatakan syahadat-nya memeluk Islam. Menurut informasi jumlah orang Amerika yang masuk Islam selama satu bulan pasca runtuhnya WTC, setara dengan dakwah umat Islam selama 11 tahun di Amerika (Republika, September 2002).

Rakyat Amerika pasca “peristiwa 11 September” memang mengalami ketakutan yang luar biasa. Mereka telah terbiasa hidup dalam keamanan yang ditopang oleh teknologi canggih, tetapi diluar dugaan rasio kenyamanan mereka ternyata semu belaka. Mereka terbiasa terbuai oleh imaji-imaji film Holywood yang menggambarkan Amerika sebagai negara superior. Dari peristiwa itulah kemudian rakyat negeri paman sam merasa membutuhkan sesuatu yang “Maha”,—Maha disini penulis maksudkan untuk mengambarkan dzat yang tinggi yang tidak dapat diungkapkan dengan bahasa manusia—yang dapat menyelamatkan mereka, yang selama ini bagi mereka sadar atau tidak sadar telah dilupakan.

Kenapa orang-orang ini begitu takut dalam menghadapi kehidupannya, dan kemudian antusias terhadap Islam? Mungkin saat itulah pengalaman spiritual mereka terulang lagi, saat dimana seseorang merasa begitu dekatnya dengan Tuhan, merasa rindu kepada Sang Pencipta, sehingga mereka merasa betapa takutnya akan sesuatu yang akan mencelakakan mereka.

Pengalaman ruhani atau pencerahan bathin ini setiap orang pasti pernah mengalami, entah ketika ia sakit, sedih, ditinggal orang-orang yang dicintai atau pada saat melihat sesuatu yang dahsyat. Hanya saja barangkali mereka telah melupakannya setelah peristiwa yang dialaminya berlalu. Manakala seseorang dapat menjaga kondisi saat pertama kali mengalami pengalaman spiritual, tentu hal itu akan berdampak pada kehidupannya. Bahkan mengubah pola pikirnya tentang hidup di dunia dan di akherat, yang kemudian dipraktikan dengan bentuk ibadah.

Saat itulah sebenarnya manusia kembali pada fitrahnya, karena ia begitu merindukan Tuhan. Peristiwa ini pernah dialami oleh raja Ramses II (Fir’aun), ketika ia gagal mengejar Nabi Musa yang kemudian tenggelam di laut merah. Tetapi ia gagal pula mengapresiasikan rasa kehadiran Tuhan, karena kebutuhan akan ebutuhan akan Yang Maha dilakukan disaat ia sedang bertarung dengan ajal.

Manusia sering merasa takut manakala melihat sesuatu yang diluar pikirannya, atau takut menghadapi kematian, rasa sedih ketika orang-orang yang dicintai meninggalkan dirinya. Sebenarnya fitrah manusia merasa takut akan tempat penyiksaan (neraka), dan rasa pengharapan terhadap tempat yang indah dan menyenangkan (syurga) kelak.
Pengalaman spiritual adalah sebuah pelajaran dari Allah kepada manusia untuk memperkenalkan diri-Nya. Dan juga untuk mengingatkan kembali kepada manusia untuk ingat kepada asalnya, oleh siapa diciptakan dan untuk apa diciptakan. Pengalaman spiritual juga yang menjadikan Umar bin Khattab, “preman” yang sangat memusuhi Nabi Muhammad, pernah juga membunuh anak perempuannya, berubah menjadi pembela Nabi yang paling berani. Hanya saja kebanyakan manusia hanya pandai mengungkapkan keinginan saja, tanpa berusaha untuk mewujudkan keinginan itu. Keinginan untuk mewujudkan hal diatas (mengharapkan syurga dan terhindar dari neraka) dalam ajaran Islam ada batasannya, yakni sebelum ajal sampai kerongkongan.

Nabi Muhammad SAW memberi nasihat untuk mewujudkan hal itu dalam lima batasan waktu, tepatnya lima perkara sebelum datangnya lima perkara. Sehat sebelum sakit. Kaya sebelum miskin. Lapang sebelum sibuk. Selagi muda sebelum tua. Dan hidup sebelum mati.

Wafauqa kulli dzi ‘ilmin aliim.

Tidak ada komentar: