Selasa, 01 Oktober 2019

Peluang Berwakaf Diera Digital; Antara Harapan dan Kenyataan

Contoh iklan wakaf di media sosial/tabungwakaf.com
ANTUSIASME masyarakat muslim Indonesia dalam berwakaf sebenarnya relatif besar, terbukti sarana-sarana ibadah, pendidikan, sosial, kantor keagamaan dan fasilitas publik lainnya banyak yang berasal dari harta wakaf. Dengan kata lain sebenarnya muslim kita banyak yang pemurah, punya gairah keagamaan yang kuat dan punya sensitivitas sosial yang tinggi dengan kesediaan mereka mewakafkan sebagian hartanya untuk kepentingan agama dan sosial. Selain karena motivasi pahala, mereka berwakaf karena mereka bisa melihat dengan jelas pemanfaatannya—misalnya untuk rumah ibadah, pemakaman, pesantren, kantor KUA—karena itu masyarakat menjadi percaya dan tidak ada keraguan untuk berwakaf.


Namun demikian perwakafan sampai saat ini masih ada beberapa kekurangannya. Diantaranya orang yang berwakaf (wakif)—terutama di desa-desa—masih ada yang (walaupun prosentasenya kecil) berwakaf secara lisan kepada orang yang menerima wakaf (nazhir) dengan saksi tokoh agama atau tokoh masyarakat. Kekurangan lainnya, banyak yang berwakaf cukup dengan menyerahkan surat keterangan kepemilikan tanah yang diketahui kepala desa. Jadi jika tidak segera dimanfaatkan oleh nadzir, harta wakafnya bisa terbengkalai, berubah peruntukannya atau bahkan berpindah tangan. Apalagi benda yang diwakafkan tidak segara dibuatkan surat-surat sebagai bukti hukum yang kuat, minimal dengan Akta Ikrar wakaf (AIW) dari Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW). Sehingga selain tidak tertibnya data harta wakaf, tidak jarang dikemudian hari terjadi perselisihan antara nazhir dengan warga sekitar atau bahkan dengan keluarga si wakif menyangkut harta wakaf.

Kelemahan lainnya wakaf pada masa lalu (juga masa kini) adalah belum adanya pemeliharaan, pengelolaan dan pemberdayaan harta wakaf secara produktif. Harta wakaf yang belum dimanfaatkan,—seperti tanah pekarangan atau kebun yang luas—belum dikelola secara benar. Sehingga harta wakaf hanya dibiarkan “tidur” begitu saja. Kalaupun ada yang dimanfaatkan, sering tidak ada pertanggungjawaban yang jelas mengenai hasil dari pemanfaatan harta wakaf tersebut.

Untuk itulah muncul gagasan dan gerakan agar harta wakaf bisa dimanfaat secara benar dan semaksimal mungkin. Selain itu memberikan tafsiran yang luas dan progresif tentang benda-benda yang bisa diwakafkan. Kini hasil ijtihad ulama khalaf (modern) membolehkan pemberian wakaf dengan jangka waktu tertentu, tidak selama-lamanya sebagaimana penafsiran wakaf yang tradisional. Banyak cendikiawan Indonesia juga mengharapkan agar wakaf diposisikan secara jelas dalam sebuah undang-undang agar lebih kuat dan memberikan kepastian hukum. Maka kemudian lahirlah Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah N0. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan UU No. 41 Tahun 2006 untuk menyesuaikan dan menjembatani kebutuhan wakaf yang sesuai dengan perkembangan modern. Di undang-undang tersebut kini memuat adanya wakaf tunai atau wakaf uang.
Kemudahan Berwakaf Diera Modern dan Digital
Wakaf selama ini dianggap terlalu sempit, sebatas tanah atau bangunan fisik saja, serta pemanfatannya masih bersifat statis dan kurang berkembang. Padahal wakaf mengutip dari www.bimas.kemenag.go.id dan literasizakatwakaf.com memiliki potensi yang besar sekali dan mempunyai manfaat ekonomi yang prospektif jika dikelola secara efektif dan efisien. Dengan pengelolaan yang efektif-efesian diharapkan wakaf tidak hanya untuk kepentingan ibadah semata, melainkan bisa juga untuk membiayai kegiatan ibadah, pendidikan, pendirian fasilitas kesehatan, pengembangan sumberdaya manusia, bantuan sosial dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara lebih luas.
Undang-Undang No.41 Tahun 2004 telah cukup progresif dengan memberikan tafsiran secara luas benda-benda yang dapat diwakafkan tidak hanya berupa tanah atau bangunan semata, melainkan luas dan banyak sekali.  Pasal 16 menyebutkan harta yang bisa diwakafkan yaitu semua harta yang tidak bergerak dan bergerak. Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (a) meliputi :
  1. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar;
  2. Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana dimaksud pada huruf (a);
  3. Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
  4. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  5. Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (b) adalah harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi :
  1. Uang;
  2. Logam mulia;
  3. Surat berharga;
  4. Kendaraan;
  5. Hak atas kekayaan intelektual;
  6. Hak sewa; dan
  7. Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Cara berwakaf uang adalah dengan menjadikan uang wakaf sebagai modal dalam akad mudharabah (kerjasama pemodal dengan pengelola) yang keuntungannya disalurkan sebagai wakaf, atau dengan meminjamkan uang dalam akad pinjaman (qardh).
Jadi kalau kita tidak memiliki tanah, kita bisa berwakaf dengan harta benda lainnya yang kita miliki, dengan uang misalnya. Berwakaf uang pun tidak harus menunggu banyak, karena dengan uang sejumlah Rp1.000.00,- (satu juta rupiah) kita sudah bisa berwakaf dan memiliki sertifikaf sebagai wakif. Jika tidak mempunyai uang satu juta pun masih bisa berwakaf, caranya dengan mengangsur (cicil). Misalnya setiap bulan kita menyetorkan uang Rp100.000 ke Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang resmi dan sudah bekerjasama dengan Badan Wakaf Indonesia (BWI). Jika sudah terakumulasi sampai satu juta, barulah bisa diberikan sertifikat wakaf. Bahkan menurut humas BWI seseorang tetap bisa berwakaf dengan jumlah yang lebih kecil lagi, yakni Rp10.000,- (sepuluh ribu rupiah). Dengan asumsi Rp10.000,- adalah batas minimal transaksi (transfer) perbankan yang diperbolehkan.
Ada beberapa manfaat utama wakaf uang dibandingkan dengan wakaf tanah, yaitu:
  1. Wakaf uang jumlahnya bisa bervariasi sehingga seseorang yang memiliki dana terbatas sudah bisa mulai memberikan dana wakafnya tanpa harus menunggu memiliki sejumlah tanah atau bangunan terlebih dahulu.
  2. Melalui wakaf uang, aset-aset wakaf yang “mandek” berupa tanah-tanah kosong bisa mulai dimanfaatkan untuk lahan pertanian atau untuk dengan pembangunan gedung usaha.
  3. Dana wakaf uang juga bisa membantu sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam yang cash flow (arus kasnya) terkadang kembang-kempis untuk operasional dan menggaji tenaga pendidiknya. Dengan adanya dana wakaf, umat Islam dapat lebih mandiri dalam mengembangkan dunia pendidikan tanpa harus terlalu tergantung pada anggaran pendidikan negara yang terbatas.
  4. Wakaf uang bisa dipergunakan untuk perbaikan sarana kesehatan atau sarana-sarana keumatan lainnya.
  5. Wakaf uang relatif mudah dan ringkas dalam penarikan dan pemakaiannya, terutama untuk keperluan-keperluan yang mendesak. Juga relatif lebih luas pemanfatannya untuk usaha-usaha wakaf yang menguntungkan.
Tata cara berwakaf  uang.
Tata cara wakaf uang sedikit berbeda dari wakaf lainnya. Jika seseorang berwakaf harta bergerak (tanah atau bangunan) wakif menyerahkan langsung bukti kepemilikan hartanya kepada nadzir dihadapan PPAIW/Kepala KUA dan dua orang saksi. Pada wakaf uang menurut PP No. 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, wakaf uang tersebut tidak langsung diberikan ke nadzir wakaf uang tersebut, melainkan disetor kepada bank / lembaga lain yang mendapatkan izin sebagai Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) dan telah bekerja sama dengan nadzir wakaf uang. Dana wakaf uang yang disetorkan ke LKS-PWU nantinya akan dimasukkan sebagai dana titipan wakaf dengan akad wadi'ah pada rekening nadzir wakaf uang yang ditunjuk oleh wakif.    Kini sudah menjamur lembaga-lembaga syari’ah yang sudah bisa menerima wakaf uang, seperti Dompet Duafa.
Dengan adanya wakaf produktif berupa wakaf uang akan mempermudah dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang produktif.  Karena dengan wakaf uang menjadi mudah dan sederhana dalam pengumpulan dan pemanfaatannya dibandingkan dengan wakaf tanah misalnya, apalagi tanahnya lokasinya tidak strategis untuk usaha atau tidak cukup luas untuk pertanian. Wakaf uang lebih mudah dikembangkan untuk pendirian rumah ibadah di lokasi strategis, investasi,  kemitraan, perdagangan, agrobisnis, perindustrian, pembangunan gedung, rumah sakit, pasar swalayan, pertokoan, sarana pendidikan ataupun sarana kesehatan, atau usaha-usaha lain yang tidak bertentangan dengan syariah.
Kemudahan lain berwakaf era sekarang adalah bisa berwakaf dalam jangka waktu tertentu. Misalnya kita memiliki perkebunan, ruko, kendaraan atau uang, kita bisa mewakafkan dalam jangka waktu sepuluh atau dua puluh tahun untuk usaha produktif atau diambil manfaatnya.
Manfaat dan kemudahan wakaf uang:
1.      Semua bisa berwakaf. Orang yang ingin wakaf tidak harus menunggu menjadi kaya. Minimal dengan Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), seseorang sudah bisa menjadi wakif (orang yang berwakaf), dan mendapat Sertifikat Wakaf Uang. Beberapa lembaga wakaf bahkan bisa menerima jumlah yang lebih kecil lagi dan bisa diangsur. Jika sudah mencapai Rp1.000.000,- baru diberikan sertifikat wakaf uang.
2.      Jaringannya luas. Kapan pun dan di manapun bisa setor wakaf uang. Sebab, BWI telah bekerjasama dengan Lembaga Keuangan Syariah untuk memudahkan penyetoran. Diera digital seperti sekarang, selain bisa disetor secara offline, penyetoran wakaf pun bisa dilakukan secara online. Transaksi online pun kini lebih beragam—transfer ATM, internet banking, dompet aplikasi digital.
3.      Uang tidak akan berkurang. Dana yang diwakafkan, sepeser pun, tidak akan berkurang jumlahnya. Sebaliknya, dana itu akan berkembang melalui investasi yang dijamin aman, dengan pengelolaan secara amanah, bertangung jawab, professional, dan transparan. Jadi jika wakif hanya berwakaf dengan jangka waktu tertentu, uangnya pun tetap bisa diambil jika batas waktunya sudah habis atau selesai.
4.      Manfaatnya berlipat. Hasil investasi dana itu akan berlipat dan sangat bermanfaat untuk peningkatan prasarana ibadah dan sosial, serta kesejahteraan masyarakat.
5.      Menjadi investasi akhirat. Manfaat lainnya, dengan  berwakaf akan menjadi pahala wakif yang terus mengalir, meski sudah meninggal, sebagai bekal kehidupan di akhirat.
Beberapa kemudahan dalam berwakaf secara digital seperti digambarkan di atas menjadi peluang dalam pemungutan dan pengelolaan wakaf. Wakaf menjadi lebih sederhana, tidak bertele-tele, bisa dilakukan oleh siapa saja, kapan saja semudah orang berinfak-zakat atau jual beli secara online. Bahkan transaksi wakaf bisa dilakukan dengan e-money dan pulsa.
Tuntutan selanjutnya adalah kembali kepada bagaimana kualitas dan kompetensi nadzir mengelola wakaf secara amanah, berintegritas, profesional, transparan, akuntabel dan memiliki keterbukaan informasi publik. Jika wakaf secara umum dan khususnya wakaf terkelola dengan baik, peruntukannya jelas, progresnya pasti serta laporannya bisa diakses oleh masyarakat dengan mudah, niscaya masyarakat akan dengan ringan hati memberikan wakaf hartanya, apalagi bisa dilakukan dengan sentuhan ponsel pintar. Tetapi sebaliknya, jika nadzir-nya tidak amanah dan tidak profesional, besarnya peluang dan potensi wakaf (uang) diera digital akan jauh panggang dari api (jauh dari kenyataan) untuk diwujudkan dan cuma sekadar menjadi wacana dan retorika.
Wallahu a’lam. Wa fauqa kulli dzi ‘ilmin ‘aliim.

Tidak ada komentar: