Selasa, 23 Oktober 2018

Resolusi Jihad NU dan Sejarah Hari Santri Nasional

#HariSantriNasional
22 Oktober 2018 hari ini adalah tahun ketiga peringatan Hari Santri Nasional (HSN). HSN pertama kali ditetapkan oleh Presiden Jokowi dengan Keputusan Presiden (Keppres) No. 22 Tahun 2015. Dan pada 22 Oktober 2016 mulai “dirayakan” secara nasional. Sebagaimana perayaan hari-hari nasional, perayaan ditandai dengan upacara. Pada tahun 2017, saya termasuk yang mengikut upacara peringatan hari santri itu. Di Stadion Sukung, Kotabumi. Kesan pertama saya penyelenggaraannya  kurang terkoordinasi dengan baik, upacara berlangsung kurang tertib. Hal yang paling mencolok adalah tidak seragamnya peserta. Ada yang pakai sarung bagi laki-laki, ada yang pakai celana panyang.  Banyak yang memakai pakaian putih hitam, ada juga yang berpakai hijau, khas ormas tertentu. Banyak rombongan santri yang datang terlambat. Banyak yang masih santai keliling lapangan. Ada yang duduk-duduk santai, dan terlihat juga peserta yang membeli jajanan sementara upacara sudah dimulai. Maklumlah baru pertama. Maklum juga, mungkin bagi para santri upacara pada waktu itu dianggap seperti tabligh akbar, jadi tidak perlu terlalu formal.
Penetapan HSN merupakan pengakuan negara atas jasa  ulama dan santri dalam memperjuangkan, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia. Mengapa tanggal 22 Oktober? Karena tanggal 22 Oktober sendiri merujuk pada peristiwa sejarah berupa Resolusi Jihad tanggal 22 Oktober 1945 di Surabaya yang diserukan oleh KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdhatul Ulama (NU). Isi Resolusi Jihad tersebut bagi sebagian besar orang cukup asing. Tidak pernah mendengar ataupun mungkin membaca karena itu tidak tidak tahu apa isinya, tidak terkecuali bagi warga nahdliyin (sebutan untuk orang NU) sendiri. Sekadar untuk mengingatkan atau istilah kerennya menolak lupa, berikut ini saya tempel ulang isi Resolusi Jihad yang digagas kakek Gus Dur tersebut.
Teks Resolusi Jihad Nu ini saya kutip dari lama muslimoderat.net yang juga mengambil isi dari Koran Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta, edisi No.26 Tahun I, Jum'at 1945. (Teks aslinya masih memakai ejaan lama, maka untuk memudahkan pembaca saya sunting dengan ejaan sekarang). Berikut ini isinya:

Pemerintah Republik Indonesia supaya mengambil tindakan yang sepadan.
Resolusi Wakil-Wakil Daerah Nahdhatul Ulama seluruh Jawa- Madura.

Bismillahirrohmanirrohim

Resolusi:

Rapat besar wakil-wakil daerah (konsul-konsul) Perhimpunan nahdhatul Ulama seluruh Jawa-Madura pada tanggal 21-22 Oktober 1945 di Sutrabaya.

Mendengar:

Bahwa di tiap-tiap daerah di seluruh Jawa-Madura ternuata betapa besarnya hasrat umat Islam dan alim-ulama di tempatnya masing-masing untuk mempertahankan dan menegakkan AGAM, KEDAULATAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MERDEKA. (Huruf kapital tertulis sebagaimana aslinya--pen).

Menimbang :

a. Bahwa untuk mempertahankan dan menegakkan Negara Republik Indonesia menurut hukum Agama Islam, termasuk sebagai suatu kewajiban bagi tiap-tiap orang Islam.
b. Bahwa di Indonesia ini warga negaranya adalah sebagian besar terdiri dari umat Islam. 

Mengingat:

Bahwa oleh pihak Belanda (NICA) dan Jepang yang datang dan berada di sini telah banyak sekali dijalankan kejahatan dan kekejaman yang mengganggu ketentraman umum.
Bahwa semua yang dilakukan oleh mereka itu dengan maksud melanggar kedaulatan Republik Indonesia dan agama, dan ingin kembali menjajah di sini, maka beberapa tempat telah terjadi pertempuran yang mengorbankan beberapa banyak jiwa manusia.
Bahwa pertempuran-pertempuran itu sebagian besar telah dilakukan oleh umat Islam yang merasa wajib menurut hukum agamanya untuk memepertahankan kemerdekaan negara dan agamanya. 
Bahwa di dalam menghadapi sekalian kejadian-kejadian itu perlu mendapat perintah dan tuntunan yang nyata dari Pemerintah Republik Indonesia yang sesuai dengan ajaran tersebut.

Memutuskan:

Memohon dengan sangat kepada Pemerintah Republik Indonesia suapaya mementukan suatu sikap yang sepadan terhadap usaha-usaha yang akan membahayakan kemerdekaan agama dan negara Indonesia terutama terhadp pihak Belanda dan kaki tangannya.
Supaya memerintahkan melanjutkan perjuangan bersifat "sabilillah" untuk tegaknya Negara Republik Indonesia Merdeka dan Agama Islam. 

Surabaya, 22 Oktober 1945NAHDHATUL’ULAMA

Itulah poin-poin Resolusi Jihad KH. Hasyim Asy’ari. Isi Resolusi Jihad tersebut kemudian disahkan dalam Muktamar NU ke XVI di Purwokerto tanggal 26-29 Maret 1946. Resolusi Jihad tersebut menggambarkan kontribusi besar NU untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia, sekaligus bukti jasa keterlibatan Kyai dan tokoh NU dalam merebut kemerdekaan.[]


Tidak ada komentar: