Jumat, 02 Maret 2012

Ponsel Berdering Saat Sholat

JIKA kita shalat jamaah di masjid, seringkali terdengar dering ponsel entah darimana sumbernya. Padahal di tembok masjid sudah ditempel tulisan “Demi kekhusyukan beribadah, harap HP dimatikan.” Sebelum shalat jum’at pun pengurus masjid tak bosan-bosannya memperingatkan untuk melakukan hal itu—mematikan ponsel. Tetapi orang Indonesia, termasuk yang muslim, kebanyakan bukanlah orang yang taat hukum, jadi peringatan apapun kerap diabaikan. Termasuk peringatan mematikan ponsel. Saya tidak tahu apakah di gereja, juga di tempat ibadah lainnya terjadi hal yang sama.


Jika kita sedang berjamaah di masjid, tapi masih saja ada ponsel berdering, ada beberapa kemungkinan mengapa hal itu tetap terjadi. Pertama, mungkin dia (pemilik hp) lupa. Lupa mematikan ponsel karena jarang ke masjid, jadi tak pernah membaca peringatan di tembok masjid. Dugaan ini saya kira kecil sekali kemungkinannya. Kedua, ia gagap teknologi. Kecanggihan ponsel cerdas tidak diimbangi dengan kemampuan mengoperasikan fiturnya.
Mereka tidak tahu bagaimana menjadikan ponselnya agar bergetar saja (silent mode). Ketiga, ia sengaja tidak mematikan karena yakin ponselnya tidak akan berbunyi. Karena biasanya ponselnya tidak ada yang menghubungi, baik menelpon maupun sms. Padahal bisa saja ada sms dari operator menawarkan layanan. Atau ada sms lain berupa penipuan. Kedua dan ketiga juga masih kecil kemungkinannya. Keempat, pemilik hp kurang membaca buku-buku fikih. Kalaupun membaca buku fikih, hanya fikih untuk pemula saja. Sehingga ia membiarkan ponselnya terus “menyalak” disaat orang-orang sedang shalat. Tak peduli suaranya mengganggu pendengaran jamaah. Dalam anggapannya jika ponsel berdering saat shalat merupakan sesuatu yang dilematis. Jika ponsel dibiarkan terus berbunyi, konsentrasinya dan juga jamaah buyar, sementara jika dimatikan takut shalatnya batal. Nah, keraguan seperti itulah yang saya asumsikan dia jarang membaca buku-buku fikih, apalagi ushul fikih.

Padahal Islam itu longgar dan mudah, kata Rasyid Ridha. Tidak hanya dalam aspek muamalah yang mudah, dalam aspek ibadah pun Islam cukup longgar. Misalnya jika tidak bisa shalat berdiri, bisa shalat dengan duduk, tidak mampu duduk boleh berbaring bahkan dengan kedipan mata. Jika melakukan perjalanan jauh shalatnya bisa digabungkan (jama’), umpamanya maghrib dengan isya, dhuhur dengan ashar. Bisa juga shalatnya disingkat (qashar). Shalat yang tiga atau empat rakaat menjadi dua rakaat. Bahkan bisa keduanya, disingkat dan digabungkan, istilahnya dijama’-qashar. Dhuhur dan ashar yang aslinya harus dikerjakan terpisah dan masing-masing harus empat rakaat, karena ruhshah (keringanan) perjalanan bisa digabungkan dalam satu waktu dan disingkat jadi masing-masing dua rakaat. Jika sedang dalam kondisi darurat (perang) ada kelonggaran, yakni shalat khauf. Maksudnya shalatnya bisa dilakukan berjamaah, sedangkan gerakannya bergantian antara shaf (barisan) yang satu dengan shaf yang dibelakangnya. Setelah shaf depan selesai melakukan beberapa gerakan, baru shaf belakangnya melanjutkan gerakan seperti ruku’ dan sujud. Antara shaf yang satu dengan yang lainnya saling menjaga. Begitu bergantian hingga selesai. Hal ini dilakukan karena memang untuk berjaga-jaga dari serangan musuh.

Tidak hanya itu saja kemudahan Islam dalam shalat. Jika seseorang sedang shalat, kemudian ada binatang yang berbahaya dihadapannya,—seperti kalajengking, ular, laba-laba beracun,—maka ia bisa tetap melanjutkan shalat dengan bergeser menjauhi tempat yang berbahaya tersebut. Awalnya bergeser tiga langkah, tapi jika posisinya masih membahayakan bisa menambah gerakan lagi. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW pernah shalat di rumahnya (yang kecil), kemudian ada yang mengetuk pintu. Karena berada didekat pintu, Rasulullah kemudian membuka dengan satu tangannya dan bergeser beberapa langkah ke tempat lain agar pintu bisa dibuka. Rasulullah tetap melanjutkan shalatnya dan tidak membatalkannya. Jika dipikirkan ada banyak gerakan tidak penting yang beliau lakukan dalam shalatnya, tetapi karena masuk dalam kategori darurat shalatnya tidak batal. Hal ini berkaitan dengan maslahat (kebaikan dan kepentingan publik). Karena hukum Islam sesungguhnya identik dengan maslahat itu sendiri. Maslahat adalah spirit hukum Islam.

Shalat adalah ibadah yang harus dilakukan dengan kekhusyukan. Tetapi kekhusyukkan bukanlah wilayah yang angker, yang mengabaikan pada kepentingan dan kebaikan orang sekitar. Rasulullah, tauladan kita, suatu kali pernah shalat dengan cukup lama. Mengapa? Sebab ketika shalat cucu beliau yang masih kecil saat itu, Hasan Husein—putra dari Ali dan Fatimah,—naik ke punggung beliau. Dalam pikiran anak kecil barangkali naik ke punggung Rasulullah seperti naik kuda-kudaan. Tak ingin mengganggu “kebahagiaan” cucunya, Nabi diam saja cukup lama sampai cucunya puas dan turun dari punggungnya setelah itu melanjutkan rakaat selanjutnya. Dalam riwayat lain, Rasululah pernah shalat dengan “tergesa-gesa,” lebih cepat dari biasanya. Ketika ditanya sahabatnya, beliau menjawab saat shalat ia mendengar anak kecil menangis, karena terus menangis dan sepertinya tak ada orang yang menenangkannya, Rasulullah pun mempercepat shalatnya dan menenangkan si anak agar tidak menangis.

Riwayat itu memberi gambaran bahwa Rasulullah sangat sayang terhadap anak kecil, tetapi juga memberi contoh bahwa ketika shalat pun beliau tetap sadar dan peka lingkungan. Peduli dengan sekelilingnya. Tetap mendahulukan kemashlahan orang banyak, dan tidak egois dalam beribadah. Atas nama kepentingan orang banyak, imam pun disunahkan memperpendek bacaan shalat jika jamaahnya orang-orang sibuk. Misalnya jika jamaahnya pedagang pasar dan pegawai kantor yang pendek jam istirahatnya.

Apa kaitannya dengan shalat jamaah yang terganggu dengan dering ponsel? Jika anda yang mengalaminya, maka segeralah raih ponsel anda di saku, kemudian tekan tombol power dan matikan ponsel anda. Setelah itu lanjutkan sholat anda, Insya Allah tidak batal. Karena sekali lagi Islam tidak sulit, tetapi mudah dan longgar. Utamakan kemaslahatan orang banyak. Jadilah muslim yang sadar lingkungan dan jangan egois dalam beribadah. Karena sesungguhnya ibadah apapun berkaitan dengan orang banyak. Jika anda sedang shalat sendirian di rumah dan ponsel anda berbunyi, silakan mau dimatikan atau dibiarkan saja. Tetapi jika anda shalat sendirian di masjid, sedangkan di sekeliling anda banyak orang lain, maka matikan. Karena tentu memalukan seandainya anda membiarkan ponsel berdering dengan lagu Salah Alamat-nya Ayu Ting Ting apalagi kalau lagu Cinta Satu Malam. Meskipun nada deringnya shalawatan atau ayat Alqur’an tetap tidak etis jika tidak dimatikan.
Wallahu a’lam bis-shawab.

Tidak ada komentar: