Senin, 27 April 2009

Membaca buku adalah ibadah


MEMBACA buku adalah ibadah. Itulah kesimpulan yang dapat saya ambil ketika membaca, memaknai dan mengambil hikmah dari membaca QS. Al-‘Alaq. Sebuah pembacaan dengan sangat sederhana. Dalam ayat yang diturunkan pertama kepada Nabi Muhammad tersebut, kalimat yang juga pertama adalah “Bacalah”. Membaca memang tidak hanya pada sesuatu yang literal atau tekstual saja, tetapi juga menangkap makna dari hal-hal di luar konteks, dan bahkan lebih luas lagi. Misalkan membaca tanda-tanda kebesaran Tuhan. Karena ada perintah dari teks suci untuk membaca, maka membaca buku—sebagai bagian dari membaca yang sederhana,—adalah juga ibadah. Sebagaimana membuang duri dari jalan yang juga menjadi bagian dari cabang iman,—meskipun paling kecil.


Dari mana Datangnya Iman?
Iman adalah pembatas yang membedakan status manusia disisi Allah. Dengan imanlah manusia akan memperoleh kebahagiaan hidup. Iman juga yang akan membebaskan manusia dari siksaan di hari akhir. Lantas darimana datangnya iman? Apakah iman itu pemberian Tuhan sebelum lahir? Ataukah “sesuatu” yang perlu dicari dan ditemukan? Iman (baca: hidayah) adalah pemberian Tuhan, tetapi tetap perlu dicari. Dan pencarian iman ada atau bisa lewat sebuah buku. Ya, membaca buku dapat menemukan suatu keimanan bagi yang belum mempunyai iman. Dengan membaca buku pula akan menguatkan iman bagi yang sudah mempunyai iman, namun masih tipis dan lemah. Saya tidak mengatakan iman hanya bisa dicari lewat buku-buku, tetapi membaca (buku) adalah salah satu cara untuk mencari iman. Dan lewat membaca (buku)lah iman lebih sering bisa ditemukan.

Apakah menemukan iman sama dengan menemukan agama? Bagi yang biasa membaca buku, tentu dapat membedakan antara mempunyai iman dan mempunyai (agama) Islam. Tak perlu dijelaskan disini, cukup bacalah buku untuk bisa membedakannya.

Jerald F. Dirks, penulis buku biografi “Ibrahim; Sang Sahabat Tuhan” yang mantan pendeta, atau Roger Geraudy, untuk sekedar menyebutkan beberapa nama, adalah orang yang menemukan iman (menjadi muslim) dari membaca literatur-literatur berbentuk buku. Mungkin nama yang disebutkan di atas terlalu tinggi untuk dijadikan contoh. Tetapi tidakkah kita tahu, di negara-negara yang Islamnya menjadi minoritas—di Eropa dan Amerika misalnya,—ribuan bahkan jutaan orang menemukan iman (dan tentu saja ber-Islam) dengan atau dari membaca buku Islam. Mungkin tidak sedikit juga yang mendapatkan iman dari sebuah dialog-dialog, diskusi-diskusi dan pengajian. Tetapi saya yakin tanpa diimbangi dengan membaca buku keimanan mereka akan tidak akan sekuat orang yang membaca buku, walau hanya sedikit.

Bagaimana dengan para orientalis yang benyak membaca literatur (buku-buku) tentang Islam, tetapi tidak juga menemukan iman. Bagaimana juga dengan orang-orang yang dari membaca buku kemudian menjadi kehilangan iman (murtad). Saya kira mereka tetap menemukan iman dari membaca buku, hanya saja yang mereka temukan adalah iman-iman kecil, atau iman dalam pengertian mereka sendiri. Seandainya terus membaca buku-buku disertai kejujuran dan perenungan yang mendalam, saya kira mereka akan menemukan iman yang sesungguhnya, iman yang lebih besar.

Ketika pembawa risalah-risalah kebenaran telah pergi, penganjur keimanan telah banyak yang wafat, maka kita harus mendapatkan ilmu-ilmu mereka dari peninggalannya, yakni buku-buku. Kita tak bisa lagi berdialog dengan Imam Syafi’i, Ibnu Hazm, Al-Ghazali, dengan Imam Bukhari untuk menanyakan suatu maslah-masalah agama. Tetapi bila kita membaca buku karangannya, maka kita bisa berdialog dengan mereka, kapanpun dimanapun. Terlalu susah dan mahal bagi kita untuk misalnya, datang ke Mesir, untuk berdialog dengan Yusuf Qordhawi atau Hassan Hanafi. Tetapi dengan membaca buku-bukunya, kita telah menghadirkannya ke rumah kita dan ke kamar kita. Kita bahkan bisa tahu banyak hal dengan biaya murah tanpa harus bertatap muka.

Islam telah mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu, dan akan memberikan derajat yang lebih tinggi bagi orang yang berilmu. Tidak ada cara lain yang lebih efektif dan efesien untuk menuntut ilmu kecuali dengan membaca buku. Karena itu menurut saya membaca buku adalah ibadah.[] Wallahu a'lam bis-shawab

Tidak ada komentar: