Jumat, 22 Februari 2013

Kasta Ilmu

KETIKA masa SMA guru ekonomi saya pernah melontarkan sebuah pertanyaan sederhana, apakah kami (murid-murid) pernah mendengar istilah saham? “Pernah,” jawab kami. Kemudian beliau melanjutkan pertanyaan, apa yang dimaksud dengan saham? Dengan penuh percaya diri beberapa siswa dengan riuh—termasuk saya—menjawab, saham adalah surat berharga. Karena memang demikianlah yang diajarkan beberapa guru ketika SMP. Apa jawaban sang guru. “O, begitu ya?” kata guruku manggut-manggut. “Kalau surat cinta dari pacar berharga tidak?” lanjutnya. “Berharga,” jawab kami hampir serentak. “Kalau begitu apakah surat cinta termasuk saham?” Banyak yang diam, tapi ada juga yang menjawab “bukan.”